Pak Dewan ke Hong Kong Bukan Untuk Piknik
Diskusi UNIMIG dengan Buruh Migran Indonesia Hong Kong
Tin Hau Art, 6 Mei 2011
Letaknya
tak jauh dari Victoria Park, jalan saja lempang beberapa bangunan
seberang Librari Central, tampaklah gedung Tin Hau Art. Di sinilah acara
diskusi orang Dewan yang didampingi Presiden UNIMIG Muhammad Iqbal
dengan BMI Hong Kong. Kabarnya masih dalam rangka Mayday, Hari Buruh
Internasional.
Pembicaranya
ditambah Mia Sumiati, pentolan aktivis BMI HK yang sudah
malang-melintang membela rekan-rekannya yang sedang bermasalah. Susie
Utomo, aktivis penulis dari Forum Lingkar Pena HK. Saringatin, ketua
ATKI, dan Riri dari Golpindo.
“Mari
kita diskusi dengan cerdas, sopan dan damai,” himbau Bustomi, pembawa
acara dengan vokal yang telah berubah; suara cowok. Padahal, jelas dia
dilahirkan sebagai perempuan.
Sementara di luar sana, di depan KJRI tiada hari Minggu tanpa demo BMI!
Diawali
dengan membahas rencana revisi Undang Undang; tentang perburuhan TKI.
Kemudian pemateri bergiliran memaparkan permasalahan yang terjadi di
kalangan BMI Hong Kong.
Di
sini barulah saya tahu bahwa anggota Dewan bernama Martri Agung Komisi 9
ternyata dari PKS. Bersama Iqbal UNIMIG, Martri Agung meluangkan
waktunya mengunjungi shelter-shelter yang ada di negeri beton, bahkan
lanjut mampir di shelter MATIM, Macau.
“Baru kali ini ada anggota Dewan yang mau temu muka langsung tanpa protokoler KJRI,” cetus seorang rekan BMI di sebelahku.
Susie
Utomo menyampaikan masukannya plus idenya yang cerdas kepada Martri
Agung antara lain;”Buatlah semacam Hotline, khusus untuk TKI di DPR
sana. Kami anak-anak BMI sudah canggih urusan internet. Kita buat
seperti teleconference atau Skype…”
Usulannya
kontan disambut tepuk tangan riuh oleh hadirin. Ada juga yang
nyeletuk:”Malah mungkin orang Dewannya yang gaptek. Hihi!”
Pada
sesi dialog interaktif, dua BMI menyampaikan keluhannya tentang KTKLN.
Beberapa penanya menyampaikan keluhan tentang perlakuan yang mereka
peroleh di Terminal 4.
“Hanya
ke Tanggerang, tapi setelah digiring ke Terminal 4, saya harus menunggu
selama seharian, dimintai 150 ribu pula. Padahal kalau pulang sendiri
naik bis cukup 10 ribu saja. Dan gak pake acara nunggu seharian segala.
Ini kenapa harus dipersulit?”
“Itulah
Indonesia, kalau bisa dipersulit, yah kenapa tidak dipersulit saja?”
seorang BMI nyeletuk, segera mendapat tepuk tangan riuh hadirin.
“Itu urusannya BNP2TKI, seperti KTKLN juga demikian,” jelas Hari utusan KJRI yang datang terlambat.
“Terminal 4, bagaimana Pak?”
“Ya, itu jelas urusannya BNP2TKI juga!”
“Iiiih, kalau begitu, kerjaannya BNP2TKI cuma mempersulit TKI, begitu?”
Sepertinya tidak jelas dijawab, utusan KJRI malah bahas urusan lainnya yakni pembuatan paspor sebagai bagian dari tugasnya.
Hasil diskusi dan masukan akan disampaikan ke DPR, demikian janji Martri Agung, Kita lihat saja!
Saya
diberi kesempatan untuk menyampaikan sambutan sebelum acara ditutup.
Seperti biasa saya menyampaikan himbauan agar BMI HK tergerak untuk
menulis; merekam jejaknya dalam bentuk karya sastra.
Dua
buku saya sampaikan kepada Martri Agung sebagai kenangan, yakni; Surat
Berdarah Untuk Presiden karya Nadia Cahyani dkk dan Cintaku di Negeri
Jackie Chan karya Ida Raihan. (Pipiet Senja, Causeway Bay)
Posting Komentar