Di depan audiens; mahasiswa dan FLp Sumut
Taufik Ismail pernah mengatakan bahwa Forum Lingkar Pena merupakan
anugerah Tuhan untuk bangsa Indonesia yang sedang sakit, diucapkan saat
memberikan orasi budaya pada silaturahim nasional Forum Lingkar Pena.
Kami, para aktivis FLp senantiasa berjuang untuk melahirkan karya-karya bernuansa Islami, sesuai dengan visi dan misi; dakwah bil qolam.
Mendadak muncul pemberitaan tentang karya penulis FLp yang dituding sebagai; buku cabul, porno, kejam.
Ternyata semua tudingan itu adalah: FITNAH!
Berikut adalah Press Release Forum Lingkar Pena
TENTANG PENARIKAN BUKU-BUKU YANG DITUDUH BERMUATAN
PORNOGRAFI
Beberapa hari terakhir ini berbagai media, baik
cetak, on-line, dan televisi, memberitakan penarikan
buku-buku yang dilaporkan bermuatan pornografi dan kekerasan dari
perpustakaan-perpustakan Sekolah Dasar di beberapa daerah.
Judul-judul buku tersebut adalah: Ada
Duka di Wibeng (penulis: Jazimah Al-Muhyi), Tidak Hilang
Sebuah Nama (penulis: Galang Lufityanto), Tambelo: Kembalinya
Si Burung Camar (penulis: Redhite K.), Tambelo: Meniti Hari di
Ottawa (penulis: Redhite K.), Syahid Samurai (penulis:
Afifah Afra), Festival Syahadah (penulis: Izzatul Jannah), dan Sabuk
Kiai (penulis: Dadang A. Dahlan).
Terkait dengan buku Ada Duka di Wibeng,
Tidak Hilang Sebuah Nama, Syahid Samurai, dan Festival Syahadah, ditulis
oleh anggota Forum Lingkar Pena (FLP). FLP adalah organisasi pengaderan penulis
yang sejak awal pembentukannya pada tahun 1997 memiliki visi mencerahkan
masyarakat melalui tulisan.
Dalam menulis berbagai karya, para anggota FLP
memiliki sikap untuk tidak menulis karya yang membawa pada kemudharatan. Para
anggota FLP juga ada di garda depan dalam menolak segala bentuk karya yang
bermuatan pornografi.
Badan Pengurus Pusat (BPP) FLP melihat telah terjadi
distorsi dan penyesatan dalam kasus penarikan
buku ini.
Distorsi pertama, bahwa persoalan bukan pada isi buku, tetapi pada distribusi buku-buku tersebut sehingga masuk ke perpustakaan Sekolah
Dasar dalam hal inimelalui Dana Alokasi Khusus (DAK) 2010
sebagaimana pemberitaan yang beredar luas.
Dalam hal
peredaran dan distribusi buku dalam proyek pemerintah, persyaratan yang harus
dipenuhi salah satunya adalah LOLOS PENILAIAN Pusat Kurikulum dan Perbukuan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional.
Buku-buku
tersebut sudah lolos penilaian dengan Surat Keputusan (SK) yang menyatakan
layak untuk dijadikan referensi dan tercetak di belakang sampul buku. Sehingga
dari sisi kelayakan-bacanya telah dijamin oleh lembaga yang berwenang.
Jika
kemudian buku-buku yang layak baca dan dijamin oleh lembaga yang berwenang dan
memiliki kredibilitas seperti Pusat Kurikulum dan Perbukuan, kemudian secara
konten dituduh tidak layak bahkan porno. Ada persoalan yang perlu diteliti
dengan lebih mendalam terkait distribusi buku-buku tersebut sehingga tiba di
Sekolah Dasar.
Distorsi kedua adalah pemberitaan media yang tendensius.
Hampir semua berita di media, baik cetak, on-line, maupun televisi,
dilakukan tanpa ada check danbalance. Jurnalis media
tidak meminta pendapat pakar dan menelan mentah-mentah pernyataan dari beberapa
sumber berita, yang kami sinyalir tidak (belum) membaca buku-buku tersebut
secara menyeluruh.
Beberapa istilah dalam buku (yang sesuai konteks
cerita) disimpulkan sebagai istilah porno, kemudian langsung menuduh buku-buku
tersebut adalah buku porno. Terlihat juga kurang pahamnya media terhadap
defenisi pornografi.
Distorsi ini menurut kami sangat
mengkhawatirkan, karena bila tidak diluruskan maka akan terjadi fitnah,
pembunuhan karakter (terhadap penulis), juga pembalikkan akal sehat.
Di satu sisi kita melihat semakin banyak karya,
baik buku juga tontonan yang jelas-jelas bermuatan pornografi dan vulgar,
tetapi seakan tak tersentuh. Buku-buku FLP yang mengajak masyarakat, terutama
remaja, kepada kebaikan, malah dituduh sebagai buku porno.
Semoga kasus ini menjadi titik untuk membereskan
mekanisme dan distribusi buku-buku proyek DAK. Sekaligus, dan sekali lagi,
penolakan terhadap karya bermuatan pornografi, yang selama ini telah sering
disuarakan oleh FLP. Semoga siaran pers ini dapat mengklarifikasi banyak hal.
Jakarta, 13 Juni 2012.
Ketua Umum BPP FLP 2009-2013
Setiawati Intan Savitri
Sekretaris Jenderal BPP FLP
2009-2013
Rahmadiyanti Rusdi
Posting Komentar