Proyek Rahasia Oma
Ini
libur panjang nasional.
Mulai Selasa sampai Senin pekan yang
akan datang. Seharusnya Papa, Oma mengajak Aisha berlibur. Pergi ke perkebunan,
pantai atau ke luar negeri.
Waktu Mama masih ada, mereka sering melakukannya.
Tapi sekarang semua kesenangan itu
telah hilang!
Papa dan Oma tidak pernah bicara
tentang liburan lagi.
Aisha sungguh tidak mengerti.
Mengapa semua orang seperti berlari, sendiri-sendiri?
Lihatlah, Papa yang selalu tampak super sibuk. Pergi pagi
sekali dan pulang sudah larut malam. Mereka jarang bertemu, apalagi
bercengkerama.
Lihatlah, Oma juga ikut-ikutan
banyak urusan. Setiap hari bepergian. Kalau ditanya, jawabannya macam-macam.
“Mau ke pengajian RT.”
“Pergi ke pengajian Kelurahan.”
“Kalau sekarang, mau ke arisan
keluarga.”
“Kali ini ke arisan pensiunan.”
“Ke pertemuan alumni sekolah Oma
dulu.”
“Konsul ke dokter jantung.”
Waduh, begitu banyak urusan Oma, ya?
Nah, liburan panjang begini saja,
sejak subuh Oma sudah hilang.
Iya, hilang dari peredaran di rumah
ini!
“Aku harus menyelidikinya, sekali
ini,” gumam Aisha memutuskan.
Ia sudah berkeliling rumah, mencari neneknya. Tetapi,
bayangan Oma tidak juga ditemukan. Maka, ia pun menemui Bibi Ijah di dapur.
“Apa Oma tidak bilang mau pergi ke mana, Bi Ijah?” desak
Aisha penasaran.
Bibi Ijah yang sedang sibuk membuat
kue, menyahut ragu. “Tidak, Non Ais.”
“Sepertinya pergi keliling kampung
di belakang rumah,” komentar Mbak Nanik yang masih sibuk wara-wiri, membersihkan rumah.
Komentarnya ini membuat Bibi Ijah
tersentak. Tapi ia tak bisa menghentikannya. Mbak Nanik agak jauh untuk
dijangkau. Atau sekadar diberi isyarat tangan.
“Keliling…, bagaimana Mbak?” Aisha
tak paham.
Mbak Nanik menghentikan kegiatannya.
Lalu menghampiri Aisha.
“Oma sekarang sering bagi-bagi buku, mainan, makanan…,
macam-macamlah!”
“Iya, Ais tahu. Oma memang suka bagi
rezeki. Sekarang bagi-baginya kepada siapa?”
Mbak Nanik mengerling ke arah Bibi
Ijah. Seakan-akan ia minta pendapatnya.
Bibi Ijah tampak keberatan. “Tapi,
Nik….”
“Biar sajalah Non Ais mengetahuinya, ya Bi,” Mbak Nanik
membujuk.
Melihat kelakuan kedua perempuan itu, Aisha semakin
penasaran.
“Ada apa ini sebenarnya?” burunya, tak sabar lagi.
“Kami boleh pergi dulu sebentar, ya
Bi?” pinta Mbak Nanik.
“Ya, tapi jangan sampai ketahuan
Bapak!”
Mbak Nanik mengiyakan. “Tidaklah.
Bapak kan lagi ke Medan.”
“Waduuuh…. Kalian ini ada apa? Jadi
misterius begini?”
Mbak Nanik dan Bibi Ijah saling
pandang sekejap. Tapi sekejap kemudian, Mbak Nanik menghela tangan Aisha.
“Ayo, katanya tadi, penasaran?”
“Tentang Oma? Ya, tentu!” sahut
Aisha girang.
“Kalau begitu, mari ikut Mbak!”
Mbak Nanik kemudian mengajaknya
keluar melalui pintu belakang. Ini bukan kebiasaannya. Setahu Aisha, mereka
selalu keluar melalui pintu depan.
“Ini jalan pintas, Non Ais. Kalau
lewat depan jadi jauh jalannya,” jelas Mbak Nanik. “Lagian, nanti ketahuan Mang
Kebon dan Pak Arman….”
Kedua lelaki itu memang sedang sibuk
membersihkan pekarangan depan.
Aisha terdiam sambil membawa rasa ingin tahu dan
penasaran. Ini teka-teki, ini misteri yang harus dipecahkan. Rasanya aneh saja.
“Bisa-bisanya Oma berteka-teki begini, ya?”
“Bukan Oma namanya, kalau tidak suka
misterius.” Mbak Nanik tertawa kecil.
Mereka menyusuri gang demi gang kecil. Jalan sesempit itu
tak bisa dimasuki oleh kendaraan berat. Hanya bisa dilintasi sepeda, motor atau
gerobak pedagang.
Keadaan perumahan di kampung ini kumuh sekali.
Rumah-rumah kecil berdempetan. Tak ada pekarangannya, apalagi taman atau
tumbuhan hijau. Bau busuk menyengat hidung.
“Uh, bau apa ini, Mbak?” Aisha menutup hidungnya.
“Air comberan,” sahut Mbak Nanik, menuding got di
kanan-kiri gang.
Got-got itu sebagian ditutup. Tapi banyak juga yang
terbuka begitu saja. Sehingga mengundang lalat hijau berkeliaran. Sampah-sampah
pun berserakan di mana-mana.
“Tempat apa ini, Mbak Nanik?” Aisha terdengar mengerang.
“Ini namanya perkampungan orang miskin, Non.”
“Mereka tinggal di sini?”
Mbak Nanik mengangguk. Aisha sungguh terkejut melihat
pemandangan di sekitarnya. Tampak ibu-ibu sibuk mencuci di pinggir sungai
kecil. Tak jauh dari situ, anak-anak berenang. Padahal, airnya jelas sekali
kotor.
Ada juga yang memasak, tak jauh dari got. Sementara
anak-anak kecil berlarian di sekitarnya.
“Ya Tuhan, kenapa aku baru tahu, ya? Di belakang rumahku
pula!”
“Non Ais kan belum lama
pindah ke kawasan sini.”
Iya juga, pikir Aisha, baru
setahun yang lalu. Ketika penyakit Mama semakin parah. Mereka harus membawa
Mama ke rumah sakit khusus kanker.
Konon, rumah sakit kanker
terbaik hanya ada di Ibukota. Mama tak mau dibawa berobat ke luar negeri.
“Masih jauhkah, Mbak Nanik?
Kita sudah beberapa gang nih.”
“Sebentar lagi. Sabar.”
“Memangnya apa yang
dilakukan Oma di sini?”
“Nanti lihat saja sendiri,
ya.”
“Terus, mengapa harus
dirahasiakan segala?”
“Karena Bapak masih marah
kepada Bu Dasem.”
“Siapa itu Bu Dasem?”
“Orang yang pernah mengobati
Mama.”
“Oh, apa yang suka datang
malam-malam itu? Yang pernah dimarahi Papa waktu pemakaman Mama?”
“Iya, iya, dia itu Bu Dasem
namanya.”
“Mengapa Papa memarahinya?”
“Bapak menuduhnya telah memberi
harapan palsu.”
“Harapan palsu bagaimana?”
“Bu Dasem sering meyakinkan kita.
Bahwa penyakit Ibu Non itu bisa disembuhkan, tapi nyatanya….”
“Iiih, Papa aneh-aneh saja!” tukas
Aisha. “Papa sendiri yang sering bilang. Kepergian Mama itu karena sudah
takdirnya. Sudah digariskan oleh Tuhan.”
“Pssst, itu tempat Bu Dasem!”
Mbak Nanik menunjuk sebuah tempat,
paling pojok di kawasan ini. Lahan seluas 500 meter persegi, dikelilingi pagar
seng tinggi. Inilah lapak rongsok milik keluarga Bu Dasem. Berbagai macam
barang rongsok tampak di mana-mana.
Tetapi, semuanya terlihat ditumpuk apik. Disesuaikan
jenisnya; botol dan pecah belah, gelas plastik bekas aqua, besi-besi, barang
elektronik bekas dan banyak lagi.
Dua buah mobil bak terbuka berisi
barang-barang bekas. Siap diberangkatkan. Beberapa gerobak didorong keluar oleh
para abang rongsok.
“Kalau kita terus jalan ke belakang
sana,” jelas Mbak Nanik. “Kita akan melihat pemandangan langka. Ayo!”
Aisha mengintil di belakang Mbak
Nanik. Beberapa ibu sudah mengenali Mbak Nanik. Mereka menyapa dengan ramah.
“Oma Aisha di belakang sana, Mbak,”
kata seorang ibu muda.
Mereka melewati bangunan-bangunan
kecil terbuat dari bambu dan seng. Menurut Mbak Nanik, di situlah para
penghuninya tinggal.
Aisha sungguh tidak percaya. Bagaimana mungkin orang bisa
menghuni kotak seng?
“Inilah kenyataannya, Non. Tapi
jangan khawatir. Mereka punya rumah di kampung. Jadi, ini hanya tempat tinggal
sementara saja.”
“Oh, syukurlah!” serunya tertahan,
bagaimanapun ia merasa lega.
Ternyata Oma sedang membantu Bu
Dasem membangun TPA. Tempat pengajian anak. Tanahnya seluas 500 meter persegi.
Direncanakan, selain TPA akan dibangun pula Lapak
Kreativa. Yakni sebuah sanggar seni dan budaya. Tempat pelatihan dan
kreativitas anak-anak.
Sayup-sayup suara Oma terdengar.
“Kelak, kita akan melihat anak-anak kreatif dan cerdas di
sini. Ada yang belajar tari, musik, melukis, mengarang….”
Aisha tercengang-cengang menyaksikan
sepak terjang Oma. Didampingi Bu Dasem, Oma kemudian memerintah ini dan itu
kepada para tukang bangunan.
Pelan-pelan Aisha menghampirinya. Ia menjejeri Oma dan Bu
Dasem.
“Jadi, ini proyek rahasia Oma, ya?”
Aisha geleng-geleng kepala.
“Eh, ini anak!” Oma terkejut sekali. “Nanik, mengapa kamu
lancang?”
“Maaf, Ibu Oma….” Mbak Nanik tergagap,
cemas.
“Nanik, Oma, ya, Oma. Jangan pakai Ibu segala!” Oma
berlagak marah.
“Iya, Oma, maaf….” Mbak Nanik semakin tergagap.
“Jangan marahi Mbak Nanik, Oma,” tukas Aisha. “Ais yang
memaksanya. Lagian kenapa harus dirahasiakan, Oma? Ini kan kabar gembira?”
“Untuk sementara jangan bilang ke
Papa Ais dulu, ya?”
“Kenapa, Oma? Papa pasti bangga
lihat kerja keras Oma.”
“Tapi bukan sekarang, Sayangku. Papa
masih suka menyesali Bu Dasem,” kata Oma, melirik ke arah Bu Dasem yang berdiri
di sampingnya.
“Maafkan menantuku, ya Jeng Dasem?”
“Tidak apa-apa, Oma Ais,” Bu Dasem
santun.
Melacak rahasia Oma hari itu, bagi
Aisha pengalaman berkesan. Ia memperoleh banyak pengetahuan. Di lingkungannya
ternyata ada kawasan kumuh. Anak-anak miskin, orang-orang tak punya. asih
banyak yang lebih menderita daripada dirinya.
Beruntunglah, ia memiliki seorang nenek budiman. Oma yang
mau berbagi rezeki dengan mereka.
Malam itu, Aisha berdoa: “Tuhan, lancarkanlah semua
urusan Oma.”
***
Bagus tulisannya ibu, alhamdulillah, barakallahu... :)
BalasHapusalhamdulillah, terima kasih nanda telah mampir, mari kita menulis yang bermanfaat
HapusKAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN TERIMA KASIH BAYAK ATAS BANTUANNYA MBAH NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D SGP& HK SAYA DAPAT (869) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH DEWA _082315999679_ terima kasI http://bocorantogelhariini-4d.blogspot.com لالله�أشهدألاإله إلاالله،وأشهدأن محمدرسوالل
BalasHapusKAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN TERIMA KASIH BAYAK ATAS BANTUANNYA MBAH NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D-6D SGP& HK SAYA DAPAT (869) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH DEWA _082315999679_ terima kasI http://bocorantogelhariini-4d.blogspot.com لالله�أشهدألاإله إلاالله،وأشهدأن محمدرسوالل
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN TERIMA KASIH BAYAK ATAS BANTUANNYA MBAH NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D-6D SGP& HK SAYA DAPAT (869) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH DEWA _082315999679_ terima kasI http://bocorantogelhariini-4d.blogspot.com لالله�أشهدألاإله إلاالله،وأشهدأن محمدرسوالل
KAMI SEKELUARGA MENGUCAPKAN TERIMA KASIH BAYAK ATAS BANTUANNYA MBAH NOMOR YANG MBAH BERIKAN/ 4D-6D SGP& HK SAYA DAPAT (869) JUTA ALHAMDULILLAH TEMBUS, SELURUH HUTANG2 SAYA SUDAH SAYA LUNAS DAN KAMI BISAH USAHA LAGI. JIKA ANDA INGIN SEPERTI SAYA HUB MBAH DEWA _082315999679_ terima kasI http://bocorantogelhariini-4d.blogspot.com لالله�أشهدألاإله إلاالله،وأشهدأن محمدرسوالل
Posting Komentar