Sebuah Boarding School di Kampar, Riau
Assalamualaikuum
Bunda Pipiet Senja.
Kami
dari Dumas Magazine sekaligus Harian Umum Duta Masyarakat ingin mewawancarai
perkembangan buku (novel) Islami di Jakarta. Mengingat cukup sulit menemui Bunda
lantaran kesibukan dengan seabrek jadwal di sana-sini, kami dari redaksi
bernisiatif mewawancarai via email. Berharap, semoga Bunda berkenan menerima kami.
Adapun
pertanyaannya, kami rincikan sebagai berikut:
1.
Bagaimana pandangan Bunda mengenai perkembangan buku Islami di
Indonesia dewasa ini? Barangkali secara khusus di Jakarta bisa dipaparkan?
Jawaban Pipiet Senja: Perkembangan buku-buku Islami sejak era
90-an, tepatnya, diawali dengan Revolusi Iran, ada fluktuasi peningkatan, baik
secara kualitas maupun kuantitas.
Buku-buku kajian Islam pun semakin merebak, diterbitkan oleh
berbagai penerbit daerah dan nasional. Baik terjemahan maupun karya para
penulis Indonesia yang berbasis Islam, cendekiawan Muslim.
Khazanah kesusastraaan atau karya fiksi pun mengalami perkembangan
yang sangat menakjubkan. Sehingga sempat mengalami booming atau genre yang dikenal sebagai Sastra Islami.
Pada era reformasi, keberadaan Forum Lingkar Pena, komunitas kepenulisan
yang didirikan oleh Helvy Tiana Rosa dan kawan-kawan, tidak bisa dipungkiri
sebagai semacam api pelecut yang dahsyat; melahirkan para penulis berbasis
pesantren, kampus, dengan nuansa Islami.
Bahkan Taufik Ismail mengatakan bahwa Forum Lingkar Pena
merupakan anugerah Tuhan untuk bangsa Indonesia yang sedang sakit, diucapkan
saat memberikan orasi budaya pada silaturahim nasional Forum Lingkar Pena.
Bukan saja di Jakarta, karya Islami kemudian merebak ke pelosok
negeri. Karena para penulis FLp sangat suka silaturahim dengan mengusung tema;
dakwah bil qolam, ke berbagai tempat di Tanah Air.
Bahkan kemudian merebak pula ke berbagai negara seperti di
kalangan mahasiswa di Mesir, Jepang. Kalangan ibu-ibu di Belanda melalui taklim
Salama, demam sastra Islami maju bersama FLp pun merebak.
Hong Kong pun dilanda demam sastra Islami, kaum Buruh Migran
Indonesia alias TKW sangat antusias dan semangat untuk menyerap ilmu
kepenulisan melalui; Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Pipiet Senja, Herry Nurdi
dan disusul para sineas seperti Aditya Gumay dan Adelin Adnan.
2.
Sebagai novelis kawakan tanah air, bagaimana analisa Bunda
seputar novel yang lebih banyak diminati di pasaran buku Jakarta, novel Islami
atau novel konvensional (non-islami)?
Jawaban: Sesungguhnya tidak bisa dikatakan demikian juga. Jika
melihat animo masyarakat pembaca/literasi dari event-event kepenulisan, seminar
dan workshop yang telah saya lakukan keliling pelosok NKRI, boleh dikatakan
berimbang saja.
Ada daerah-daerah tertentu yang hanya menyukai karya Islami,
tetapi ada juga daerah-daerah lainnya yang lebih menyukai karya umum, tidak
dimuati label sastra Islami.
Pengalaman saya, ketika menjadi pembicara di beberapa kampus di
Ibukota, pesertanya memang banyak tetapi mereka nyaris melewatkan begitu saja
buku yang dibazaarkan, ini terutama di kampus-kampus.
Lain halnya jika kita melakukan hal serupa di pondok-pondok
pesantren, bukan hanya di Ibukota saja, anak-anak ponpes di manapun; sangat
menyukai buku-buku Islami!
Jika dicermati, saya melihat buku/novel Islami memang agak
kurang peminatnya di Ibukota daripada di daerah.
3.
Bunda sendiri lebih senang nulis novel Islami dengan tema apa?
Sejauh ini sudah berapa novel Islami yang Bunda hasilkan?
Jawaban: sejak awal saya tidak pernah menulis karya yang
bermuatan esek-esek atau seputar selangkangan, meskipun belum focus dengan
sastra Islami. Jadi, begitu bergabung dengan Forum Lingkar Pena, 2000, saya
lebih meningkatkan pesan moral di setiap novel yang saya ciptakan.
Ada 105 buku karya saya terdiri dari; 45 buku anak-anak,
selebihnya novel remaja, dewasa, ABG dan serial memoar.
4.
Apakah ramainya novel-novel Islami, menurut Bunda akan menjadi
titik tolak pemantapan tata cara beragama di Indonesia?
Jawaban: harapan para penulis Islami tentu saja demikian, kami
berdakwah melalui karya. Dari email yang masuk atau testimoni pembaca karya
saya, banyak sekali yang terpengaruh pemahaman keberagamaan mereka, dan itu
sungguh mencengangkan sekaligus mengharukan.
5.
Apa saran atau tips Bunda untuk novelis/ penulis muda Islam,
jika mereka hendak menjadi yang terbaik seperti Bunda?
Jawaban: Terima kasih, tentu saya bukan yang terbaik, masih
banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Meskipun demikian, saya akan terus
belajar dan berjuang untuk menulis karya yang baik.
Nah, jika Anda sudah menetapkan diri menjadi seorang penulis
sebagai profesi, maka kuatkanlah hati, pikiran dan harus fokus. Ilmu agama kita
pun harus selalu ditingkatkan, agar tidak seperti tong kosong, jauh panggang
dari api, apa yang kita tuliskan tidak sesuai dengan keseharian kita sendiri.
Menjadi seorang penulis sejati tidak perlu harus cespleng, baru
berkarya satu sudah petentengan dan kepinginnya instan. Semua membutuhkan
proses, sebuah perjalanan yang memang “berdarah-darah”.
Inilah yang akan kita rasakan buahnya setelah bertahun, tidak
sekarang, tidak seperti makan cabe rawit langsung; hot jeletot.
Pipiet Senja
Website; http://www.pipietsenja.net
Posting Komentar