Hong Kong, 1 Juni 2012
Siapa yang tidak mengenal Sumiati? Dialah seorang aktivis Buruh Migran Indonesia Hong Kong yang paling disegani di antara barisan aktivis lainnya. Namanya sangat populer bahkan dikenal di kalangan aktivis se-Asia Pasifik. Penampilannya sangat bersahaja, berperawakan sedang, nyaris tanpa polesan wajah dan terlihat biasa saja.
Namun, gerak-geriknya sungguh serba ringkas, di balik segala kebersahajaan dan kelembutannya, Sumiati sosok perempuan berkarakter, kharismatik dan tangguh. Terutama dalam kiprahnya sebagai aktivis, membela sesamanya, kaum Buruh Migran Indonesia di Hong Kong.
Sekalinya turun ke jalan memimpin demo, suaranya akan terdengar menggelegar, menyemangati seluruh pendemo yang mengiringinya. Wajahnya, potretnya akan terpampang di media-media. Sehingga pernah mantan Konjen mengatakan bahwa Sumiati lebih terkenal daripada dirinya.
Belakangan ia sering dipanggil Mama Mia oleh pendengar radio digital, tempatnya “berkoar-koar” dalam acara Nongkrong Bareng DBS Hong Kong. Perempuan kelahiran Jakarta, 52 tahun yang lalu ini, tiba di negeri beton pada 1989, masih muda dengan semangat mencari nafkah dan menambah wawasan ilmu.
Baru pada tahun ketiga dengan majikan kedua dia beroleh gaji sepadan dan libur sebagai bagian haknya. Mia tergugah untuk menggali ilmu lebih banyak lagi, selain bahasa Inggris dari YMCA HK, mulai aktif membangun jaringan dan organisasi.
“Saat itu, pekerja asal Philipina lebih dihargai daripada anak Indonesia hanya karena mereka mahir berbahasa internasional,” ujarnya menutur kembali kenangan lama.
Kami membuka-buka album foto dan tumpukan makalah yang pernah disajikannya di berbagai event Internasional, di apartemennya yang merupakan markas KOMI sekaligus shelter, penampungan anak-anak BMI yang sedang bermasalah.
“Hanya dengan ilmu dan selalu berkomunikasi aktif sesama serikat, organisasi, kita bisa kuat dalam menyuarakan segala permasalahan,” katanya bersemangat sekali, mengungkap berbagai kasus yang menimpa anak-anak BMI HK.
Masalah agen yang memotong gaji BMI sebanyak 3000 dolar HK per bulan selama 7 bulan, Mia bersama teman-teman aktivis paling sering menggugat dan protes.
“Pemerintah sering berjanji, berjanji dan berjanji manis belaka! Mana buktinya, sampai sekarang masih saja berlaku begitu!” ujarnya berapi-api.
”KTKLN itu kalau diterapkan dengan baik dan benar, oke-oke saja. Nah, masalahnya kan pada kenyataannya banyak oknum-oknum tak bertanggung jawab bermain di seputar pembuatan KTKLN ini.”
Bagaimana pendapatnya tentang keharusan TKI digiring ke Terminal 4?
“Menurut saya, keharusan masuk Terminal 4 di Bandara Suta itu jika dimaksudkan demi kenyamanan, keamanan TKI, baguslah. Hanya sekali lagi, buktinya apa, coba, malah banyak menyengsarakan teman-teman. Terminal 4 di Bandara Suta itu tidak layak!”
Semangat membela teman-teman BMI HK yang senantiasa berkobar-kobar, memenuhi jiwa dan raga, sepenuh hati Sumiati, menjadikannya sebagai panutan organisasi, sebagai ibu kaum BMI HK pada umumnya.
Sejak 1990 bergabung dengan organisasi Amanah, kemudian 2000 mendirikan KOTKIHO (Koalisi Tenaga Kerja Indonesia Hong Kong) beranggotakan 7 organisasi besar di HK. Lima tahun menjadi Ketua KOTKIHO, kemudian menjadi officer KOTKIHO.
Mia sering diundang ke berbagai negara sebagai pembicara mewakili buruh migran Indonesia di Hong Kong; Thailand, Philipina, Mali, Afrika, Spanyol dlsb. Selalu ada pengalaman berkesan pada setiap event Internasional yang pernah diikutinya.
Umpamanya saat mengikuti kongres perburuhan di Thailand. Awalnya panitia menolaknya tampil, tidak memandang sebelah mata, hanya karena Mia bukan pejabat penting, melainkan pelaku buruh semata. Saat itu bertepatan waktunya dengan peristiwa kudeta, sehingga teman-teman BMI Hong Kong heboh menelepon dan mengkhawatirkannya.
“Begitu saya ungkapkan bahwa; selama ini tidak pernah ada seorang pun buruh yang bicara di podium ini, bukan? Nah, sekarang saya akan bicara; bagaimana esensi buruh yang sebenarnya!” pidatonya, wawasan dan bahasa Inggris yang baik pun dalam sekejap telah menyihir seluruh peserta yang dihadiri oleh perwakilan negara-negara Asia-Pasifik.
Boleh jadi anak-anak muda BMI yang baru datang sekarang tidak mengenalnya, karena yang sering tampil garang saat ini telah berganti oleh para penerusnya seperti; Sringatin, Anik dan lainnya. Sebagaimana sering diposting wartanya oleh kompasianer Fera Nuraini, perihal sepak terjang para aktivis masa kini.
Meskipun demikian, Mia tak peduli dengan popularitas, terus berjuang dan pantang menyerah. Dalam usia paro baya, pada Mei 2012 mendirikan organisasi KOMI (Koalisi Migran Indonesia).
Bersama teman-teman seperjuangan, satu visi dan misi, memberi advokasi, pendampingan dan pelatihan entrepreneurship untuk BMI Hong Kong.
Sosoknya sering hadir pula di kantor Dompet Dhuafa, turut membantu advokasi anak-anak BMI yang masih banyak membutuhkan bantuan pendampingan, advokasi serta perlindungan dari sesiapapun selain KJRI.
Bravo dan salam perjuangan: Mama Mia dan KOMI! (Causeway Bay – HK)
Posting Komentar