Lihatlah!
Banyak kemarahan, kebencian dan
dendam!
Kemudian lenyap tanpa
kabar berita selama beberapa masa. Sampai beberapa bulan juli lalu mahluk itu
muncul kembali. Raja seketika meradang, curhat kepada Zakia melalui telepon
pasti takkan sanggup. Lagian tak sampai hati kalau harus mencuri-curi dari
pengetahuan ibu dan neneknya.
Kasihan!
Raja : Kok gak
pulang-pulang, Teteh?
Zakia : Sabar, Dek…
Raja : Aku dan si Butet
lagi kalang-kabut, sedih en bingung nih.
Zakia : Apa yang terjadi?
Raja : Ortu pisahan, gara-gara
kelakuan si Papa…
Zakia : Oooh… lagu lama!
Raja : Teteh lagi ujian.
Gak mungkin pulang, Dek.
Raja : Heeelllp!
Zakia :Maaf … Gak bisa
bantu banyak kecuali ngedoain kalian …
Raja: Teteh egoiiis! Teteh
udah lupain adik di sini…
Zakia: Bukan begitu, ini
demi masa depan. Kamu kan tahu, gelar S1 sekarang gak dihargai lagi di Tanah
Air. Sepulang dari Jepang kamu tahu sendiri, teteh cuma jadi pengangguran.
Teteh merasa gak berguna. Malah nambah beban keluarga kita….
Alih-alih mau hati malah
membiarkan kakaknya mengeluh.
Raja: Memangnya kalo S2
sudah pasti bakal dapat kerjaan hebat?
Zakia : Kalau lulus luar
negeri biasanya lebih dihargai, Dek. Teteh selalu ingat kalian kok …adik-adik
yang manis!
Raja : Bohong! (geramnya
ditandai emoticon warna merah dan huruf
besar)
Zakia: Raja, dengerin
Teteh, ya Dek. Kamu harus belajar mandiri, tawakal dan istiqomah …
Raja : Teteh ngomongnya
begitu terus sih?
Boseeen! Kita butuh solusi
nyata nih, Teteh!
Zakia: Teteh paham. Tapi
kali ini Teteh cuma bisa bilang: sabar, tawakal dan berserah dirilah kepada
Allah, Dek.
Raja: Teteeeh, dengerin
dooong! Mama sudah menyerah, semuanya dikasihin sama cewek jalang itu! Mereka
mau pisahin kami …
Tak ada balasan beberapa
detik dan seberang sana. Insert messenger instanta di layar komputer warnet
dekat sekolahnya sesaat ngeblank . Nun
di sana, di bumi Napoleon sedang musim panas. Zakia mengisi liburannya untuk
mencari pemasukan.
Zakia: Beasiswa gak bisa
diandalkan untuk bisa hidup layak, Dek.
Raja memejamkan matanya
yang mulai terasa pedih. Bukannya tak paham dengan kesulitan kakaknya hidup di
negeri orang. Tapi masalah yang harus dihadapinya di Indonesia ini, aduuuh!
Ampuuun!
Zakia : Turuti saja
keinginan mereka, Dek. Percayalah, mereka gak
bakalan menjerumuskan anak. Jaga dirimu baik-baik, ya Dek. Doa teteh
menyertai kalian. Sungguh, Teteh juga gak mau keluarga kita berantakan. Tapi
mau gimana lagi? Mereka, orang-orang dewasa itu kadang sulit kita pahami.
Maafkan Teteh, ya Dek…. Assalamu alaikum!
Raja membayangkan ada isak
tangis tertahan di seberang samudera sana. Itulah komunikasinya yang terakhir
dengan kakak sulungnya yang sedang kuliah di Universitas Sorbonne. Zakia
akhirnya memutuskan menerima tawaran beasiswa dari Profesor Henrietta, sahabat
Mama.
Dan Raja mengerti mengapa
kakaknya berbuat demikian.
Ada banyak luka, kepedihan
yang dalam menyertai langkah gadis itu ke daratan Eropa. Penolakan lamarannya
dari beberapa departemen, niscaya tak seberapa menorehkan luka di hati Zakia.
Namun, lelaki yang
sedianya akan memperistrinya, tiba-tiba dikabarkan menikahi mantan kekasihnya
yang telah hamil.
Seribu pisau menoreh telak
di kalbu Zakia!
“Teteh gak punya solusi
lain kecuali tawakal dan istiqomah …” Demikian berkali-kali kakaknya mengirimkan
pesan senada.
Dua istilah yang paling
sering disebut itu, ah!
Tawakal dan istiqomah!
Apa sih sebetulnya
maknanya? Buat anak 14-an yang lagi merasa seperti anak kucing terjebak di
gorong-gorong begini?
Huuu! Malah bikin tambah
kesal dan frustasi puncak gunung saja!
Raja riuh menyumpahi ibu
tirinya. Sebal dan benci meruyak hatinya yang belia.
Maria Mirabella!
Mengapa dia kembali
memporak-porandakan rumah tangga orang tuanya? Malangnya, itu terjadi ketika
Mama terkapar tak berdaya di ranjang rumah sakit. Yap !
Makhluk ini datang ke rumah sakit, membawa seorang anak perempuan berumur empat
tahun.
“Anak kecil manis itu,
anak Papa, adik gue gue dari si…, huuuh!” sumpah-serapah Raja seolah ingin
menyaingi laju langkah ayahnya, dipastikan takkan pernah henti, apapun yang
terjadi.
Sekarang anak itu
memandanginya dengan sorot mata lugu dan bening dari tempat duduknya di jok
belakang. Darah seketika mendesir naik ke atas kepala Raja. Rasa sakit ibunya
seolah bisa dirasai juga.
Pasti pediiih. Bukannya
diurusi dan dikasihi suami kala menderita, sebaliknya malah ditambahi beban
batinnya.
“Alooouw…Biicccccc!”
“Raja! Diam kau!”
Sentakan kasar merenggut
bahunya, sehingga tubuh ceking itu terdorong ke belakang. Efeknya sangat luar
biasa. Raja melotot hebat. Mereka, ayah dan anak seketika berhadapan secara
frontal. Seperti siap untuk saling terkam-menerkam.
“Sayangku, Naaak….”
“Huuuh!” Raja mendengus
keras.
Suara kenes itu sungguh
tak enak di kupingnya.
“Masuk!” perintah ayahnya
mendadak galak.
“Papiii!” sekarang anak
kecil itu yang berteriak.
Aha! Ini dia!
“Lepasiiin!” dengus Raja
kasar, ditepisnya tangan kekar yang masih mencengkeram bahu kirinya.
Dibukanya pintu mobil
mewah itu. Sekali sentak, tubuhnya sudah berada di jok belakang, di sebelah
‘kucing kecil’ yang menatapnya sambil senyum-senyum.
“Dengerin! Elo kudu
ngerasain gimana sakitnya hati gue, oke, anak kucing!” desisnya di kuping anak
perempuan yang pasti manjanya setengah mati.
“Mamiii … Papiii!”
jerit ‘si kucing kecil ‘ ketakutan.
“Ssssh…, duduk yang manis
ya sama Abang,” bujuk induknya.
“Ayo, jalan kita!”
“Apa kita gak ke rumah
kalian dulu?”
“Gak perlu lagi kurasa…
Iya kan ,
Raja?”
“Ha! Terserah kalo itu
bisa bikin kalian bahagia!” jawab Raja sinis.
Huuuh! Padahal tinggal
lurus saja dari lokasi mereka sekarang, di sanalah Mama diopname.
Raja menggemeretakkan
gerahamnya. Tak ada yang bicara lagi selain suara si anak kucing ngemut permen
loli.
“Gue doain biar rontok tuh
gigi-gigi elo! Anak ja…hhh, tunggu tanggal mainnya!” sumpahnya pula, masih di
dalam hati.
Mata Raja memandang ke
arah SLTPN 1 untuk terakhir kalinya. Dia tiba-tiba merasa sangat sedih harus
pergi dengan cara begini. Tanpa ikut heboh menatap papan pengumuman. Menerima
surat kelulusan. Perpisahan upacara tradisional melepas wisudawan-wisudawati
ala Sunda, parade band, semuanya saja, tidak sempat lagi!
Dan ternyata semuanya itu
harus berakhir sampai di sini saja!
Mama, seharusnya jangan
pernah menyerah. Kan
begitu motto Mama selama ini, Ma?
Raja masih mengerang dalam
hati. Seketika terbayang sosok ringkih ibunya yang tengah berjuang melawan
penyakit. Niscaya Mama lagi membutuhkan banyak biaya. Tapi yang paling utama:
ketenangan.
Semuanya sudah jelas di
mata belianya. Mama mengalah demi kesenangan suami yang tak tahu diri, itu
pasti! Butet, siapa yang memedulikannya?
Tentu Oma dan Tante Aminah
yang merawatnya, sementara Mama memulihkan dirinya kembali.
Jadi, tenang saja, Raja.
Adikmu gak bakalan telantar!
Tapi di sini, di dada ini
ada yang menyayat-nyayat, melukai hingga berdarah. Mata Raja serasa mulai
memanas, memanas dan semakin memanas.
Duh, Mama, kenapa sih
mesti menyerah? Apa gak sayang Raja lagi? Okelah, kalo harus pisahan juga. Tapi
jangan korbankan Raja dong. Kenapa Mama berikan Raja ke tangan cewek jalang
ini, Ma?
Demi masa depan Raja
katamu, Mama Raja gak apa-apa kok kalo harus hidup susah. Raja mau jualan koran
kek. Pokoknya Raja mau berbuat apa saja asalkan boleh tinggal sama Mama…
“Bah! Anak laki-laki tak
boleh cengeng itu!”
Suara keras menyentak
sejuta tanya dan protes di hati Raja.
“Sssh…, biarkanlah,
Darling.”
Ops, Darling … katanya!
“Abang Raja nangis, kenapa
siiih?”
Raja tak peduli lagi
dengan semuanya itu.
Dia menumpahkan air
matanya dalam diam, membenamkan seluruh kepedihan hatinya di jok empuk, di antara
suara ngemut, alunan musik lembut, laju mobil yang kian melesat menuju arah
jalan tol ….
Detik itulah dirinya
merasakan ketakberdayaan yang sangat.
Apa yang bakal menantinya
di rimba Jakarta ?
Semuanya terasa gamang dan berbaur ketakpastian.
Rumah yang berdiri di
hadapannya itu sungguh mewah!
Ini kawasan real-estate
termahal yang ada di Jakarta. Raja pernah membaca tentang peringkat perumahan
mewah di majalah interior.
Di mana kira-kira tempat
gue di kurung?
“Tolong, Sayang ini
bawaanmu…”
“Terserah, ambil saja buat
situ! Bukan gue yang belanja tadi!”
Ayahnya membalikkan
tubuhnya ke belakang.
Coba, pukul, ayo pukuuul!
Seperti dulu Papa suka lakukan itu sama Teteh dan Mama. Apa sekarang sudah
berubah total jadi gentleman?
Huuuh! Dengan mengawini
bekas selingkuhan Papa? Itu bukti nyata! Tau gak siiih… sekali pecundang tetap
pecundaaang!
Untuk beberapa jenak,
keduanya saling berhadapan secara frontal kembali seolah saling menakar
kekuatan.
“Sudahlah gak apa-apa,
Darling. Aku yang salah. Gak sepantasnya main suruh. Sori ya…”
Bibir manis itu mencoba
tersenyum ramah ke arahnya. Raja tahu, selama perjalanan empat jam pun demikian
adanya. Raja melengos. Dia lebih suka bergegas turun dari kotak ajaib itu.
Kemewahannya malah telah menguras habis energi Raja untuk bersedih-sedih.
Mulai detik ini buang
segala kepedihan!
Raja celingukan di
perkarangan yang ditata serba nyaman untuk anak-anak itu. Ada ayunan bagus di sudut taman,
kembang-kembang beraneka jenis, pot-pot keramik yang mahal, air mancur,
akuarium raksasa.
My
God, ini rumah apa
istana sih?
Kaki-kakinya mulai
bergerak dari pintu gerbang menyusuri jalan setapak, berbelok ke kanan
menyusuri koridor yang membelah taman itu menjadi dua sudut. Tapi apa bedanya?
Semuanya bernuansakan kanak-kanak. Gambar-gambar di tembok: rusa, jerapah,
sekawanan burung bangau, flamenco, macan dan singa Afrika. Ehrrrrr: Impian masa
bocah!
Raja terus bergerak
kesana-kemari. Akhirnya dia masuk melalui pintu samping. Di sini pun masih
dinuansa dunia kanak-kanak. Kandang-kandang burung, si kakak tua berkaok-kaok
dan seekor monyet kecil.
Kolam renang, euy! Cool
banget nih!
Sebuah rumah-rumahan
bercat pink. Dari dalam, tiba-tiba terdengar jeritan tertahan, keluh-kesah dan
sumpah-serapah.
Sejoli remaja sedang
apakah gerangan di dalam sana?
@@@
Subhanallah..cerita yang menggetarkan, Bunda..konfliknya benar-benar terasaa...
BalasHapuswooww...mbacanya gak boleh meleng ni!
BalasHapusBUNDA, jempol !
bagus.. drpd ngelawanin jablay mening suruh "mamam tuh..laki2 kayak gt..hehehe
BalasHapusWaduh....bergetaaaarrrr.
BalasHapusPosting Komentar