Santriwati mana nih ya; ketukar deh Banyuanyar apa Al Amien
Madura,
Petang, 28 Juli 2012
Usai
acara di Banyuanyar, kami rehat sebentar unuk sholat zhuhur, kemudian segera gegas
melanjutkan perjalanan. Menurut Abrar Rifai, kami sudah ditunggu di Ponpes Al-Amien,
acaranya akan dimulai pukul 14.00.
“Ini
ke pesantren putrinya juga Teteh,” ujar Abrar Rifai, kali ini memegang kemudi
Avanza. Ridho Ardian biar direhatkan dulu, merem-melek di sebelahnya, bekas
bangku Abrar sepanjang malam; Surabaya-Madura.
“Syiiiiplah!
Aku kangen beneran nih dengan Aisyah Tidjani,” kataku, mengulang pernyataan
sehari sebelumnya. ”Aisyah Tidjani dulu aktif banget di FLp Mesir, terakhir
menjabat sebagai Ketua FLP. Dia seangkaan dengan Habiburrahman….”
“Jadi
penasaran,” celetuk dari jok belakang.”Apa ada kaitannya dengan novelnya Kang
Abik, ya Teteh?”
“Maksudnya?”
tanyaku, jadi bingung.
“Perasaan
ada tokoh, putrinya seorang pemilik pesantren terkenal yang dicintai Fahri.”
“Aya-aya
wae, ah!” tukasku.”Namanya juga penulis, yah, fiksi mah fiksi saja ‘kaleeee!”
Abrar
Rifai selalu menertawakan gaya bicaraku yang dibilangnya; gaul banget. Padahal,
gaul banget suka dikonotasikan negatif.
Putriku
Zhizhii Siregar pernah mendapat komentar yang mengaku fansnya sbb:”Kirain Adzi
akhwat dengan jilbab lebarnya. Ternyata gaul banget. Kecewa aku!” Ampun deh,
ah, kok menilai manusia dari penampilan. Ibarat menilai buku dari kovernya
belaka!
Beruntunglah,
putriku bijak dan smart, tidak terpancing, membalasnya dengan kata-kata yang
penuh rasa syukur. Intinya, dia bilang semua orang bisa berdakwah melalui
caranya sendiri.
Tidak perlu koar-koar, merasa berjasa sebagai aktivis, kita
toh bisa berdakwah melalui pena dlsbnya.
“Weeeei,
Ustad yang kece, lokasinya sudah benarkah ini? Ihdinasyirotol mustaqim, eh,
jalan yang lurus dan benar?” usikku ketika beberapa saat kemudian, kami baru
menyadari janjinya melenceng. Tidak seperti yang dijanjikan Ridho Ardian; hanya
setengah jam saja!
“Iya,
ini tadi kita salah jalan. Jadi balik lagi nih cari jalan yang lurus dan
benar,” sahut Abrar Rifai.”Maaf, ya, Teteh yang baik dan suka humor….”
Ridho
Ardian yang baru melek sungguhan, akhirnya segera superduper sibuk mencari arah
yang benar. Maklum, kami berpacu dengan waktu!
Lewat
satu jam, tahu-tahu sudah pukul 14.00. Jantungku dibuat degdegplas nih.
Kukatakan kepada tim rusuh, istilah Elly Lubis, bahwa aku tak pernah datang
terlambat sebagai pembicara. Bahkan biasanya datang satu jam lebih awal dari
waktu yang ditentukan.
Ini
sudah terlambat 30 menitan!
“Alhamdulillah,
akhirnya sampai juga, ya, terus saja masuk ke sana tuh,” kataku begitu bangunan
Ponpes Al-Amien tampak di pinggir jalan.
Kami
disambut suasana pesantren putri modern, bukan salafiyah. Jadi tak ada acara
tunduk-menundukkan kepala dalam-dalam.
Oya,
sementara itu, pengetahuanku perihal; ponpes modern dan ponpes salafiyah ini sedikit
demi sedikit bertambahlah. Ini berkat Abrar Rifai yang tak pernah pelit berbagi
ilmunya.
Bangunan
mushola putri itu ternyata sudah direnovasi, jadi pangling. Kami langsung
memasuki kawasan acara, benar saja, para santriwati sudah memenuhi mushola.
Begitu
kami muncul segera terdengar suara yang kompak beruluk salam. Sebagian masih
mengenal diriku agaknya. Setahun yang silam aku dan putriku bersama Ridho juga,
bikin workshop kepenulisan di tempat yang sama.
Fasilitas
teknologinya bagus sekali. Ada laptop lengkap dengan LCD dan sound system canggih.
Ustad Hamzah muncul belakangan, setelah acara berlangsung beberapa saat.
Kulihat Gufron, kontakku melalui FB, maka kutarik dia agar menemani kami di
depan.
Acara
dibuka oleh Abrar Rifai yang mulai betah sebagai MC agaknya. Evatya Luna dan
Astry Anjani berada di kanan-kiriku. Sementara Elly Lubis bersikukuh kepingin
menjadi fotografer.
Karena
pernah kuberikan presentasi Katakan Cinta Dengan Karya, lagipula, hadirin
kebanyakan sudah pandai menulis, maka kali ini aku memilih berbagi tips
kepenulisan.
Menembus media, mengenal komunitas, jenis-jenis karya sastra dan
seputar para penulis Islam di Tanah Air.
Tak lupa berbagi lakon yang lucu, geli, bodor, sedih, tapi berbungkus tawa dan canda. Suasananya menjadi heboh, tawa canda, tetapi tetap terpelihara semangat; menulis, merekam jejak!
Jelang dinihari di tengah rimba Madura
Tak lupa berbagi lakon yang lucu, geli, bodor, sedih, tapi berbungkus tawa dan canda. Suasananya menjadi heboh, tawa canda, tetapi tetap terpelihara semangat; menulis, merekam jejak!
Usai
giliranku, kulirik di sebelah kiri, duduklah dengan santainya sosok yang
kukangeni; Aisyah Tidjani. Telah melahirkan agaknya, pangling; langsing dan
semakin cantik!
“Deuh,
beneran, pangling daku, sayangku,” kataku sambil memeluknya erat, mencurahkan
rasa kangenku.”Bagaimana kabarnya, Dek? Mana si orok yang dulu masih dalam
kandunganmu itu?”
“Ini
dia, Teteh,” dia mengenalkan Balita yang dipangku oleh seorang perempuan,
mungkin pengasuhnya.
Beberapa
jenak kami berdua berbincang ringan, tak lupa kuteror segera, ibu tiga anak ini
agar kembali merekam jejaknya. Pastinya banyak sekali lakonnya dalam dunia
pendidikan di pondok pesantren sekeren Al-Amien ini.
“Bisa
jadi buku kisah inspirasi seputar dunia pesantren, Dek. Mari kita jawab
tantangan zaman; perang melalui karya. Apa gak gregetan kita, coba, semakin
merebak saja karya para penulis golongan kiri, komunis dan JIL?”
Terorku
agaknya mengena telak, terbukti putri almarhum KH Tidjani, langsung tampak
bersemangat ikut mengompori para santriwati, ketika kuajak menemaniku ke depan.
Aisyah
Tidjani mengaku bahwa semasa kuliah di Al-Azhar Kairo, karyanya dalam
bentuk puisi,cerpen, esay sempat mburudul.
“Dengan
kedatangan Teteh Pipiet Senja untuk kedua kalinya jumpa saya, insya Allah,
semangat menulis saya jadi terlecut nih. Ingatkan terus, ya Teteh. Saya akan
menulis!” janjinya disaksikan dan diaminkan oleh hadirin.
Astry Anjani, kembali tampil membacakan puisi yang ditulisnya spontan. Sepertinya tak ada yang percaya bahwa dia pernah bekerja sebagai pembantu di Hong Kong. Lah wong penampilannya itu, Jeng; cantik, menawan dan smart!
Astry Anjani; mantan BMI Hong Kong, penyair
Astry Anjani, kembali tampil membacakan puisi yang ditulisnya spontan. Sepertinya tak ada yang percaya bahwa dia pernah bekerja sebagai pembantu di Hong Kong. Lah wong penampilannya itu, Jeng; cantik, menawan dan smart!
Evatya
Luna memberikan testimoni bahwa dirinya adalah korban teroris berjuluk Pipiet
Senja. Demikian pula Elly Lubis, menguatkan testimoni Evatya Luna, selain
memaparkan Program Umroh Bareng Pipiet Senja.
Abrar
Rifai kemudian meminta kesediaan Ustad Hamzah untuk menutup dengan doa. Sekali
lagi, ya, berulang kali, mata kami seketika membasah; doa yang khusuk, demi
pencatatan dalam sebuah peradaban seni dan budaya; Sastra Islami.
Usai
acara kami dipersilakan rehat di kediaman Nyai; dibagi dua jadinya. Aku bersama
Elly Lubis, Astry Anjani dan Evatya Luna menanti buka puasa di bagian dalam.
Sedangkan Ridho Ardian dan Abrar Rifai dipersilakan rehat, buka bersama Ustad Gufron
dan kawan-kawan.
Nah, saking buru-burunya, begitu usai makan, kami langsung ngaciiiiir saja!
Lintas Suramadu dengan geng cantik plus ganteng
Nah, saking buru-burunya, begitu usai makan, kami langsung ngaciiiiir saja!
Baru
menyadari ketika di jalan ada SMS masuk dari Aisyah Tidjani, menanyai
keberadaan kami. Hadoooh,malunya, kok bisa-bisanya SMP alias sudah makan
pulang, yah?
Lagi jadi Teroriiiiisssss!
“Nah,
inilah bebalnya geng rusuh.” Entah siapa yang mendumal di belakang, pastinya
gak bakalan ada yang ngaku. Hayoooo! (Pipiet Senja, Prenduan-Madura)
Catatan; punten, sampai detik ini saya belum menemukan foto Elly Lubis, aneeeeeh!
@@@
alhamdulillah..senangnya berbagi ilmu kepada sesama...semoga ALLAH membalasnya dengan pahala yang berlimpah :)
BalasHapussalam hangat dari Makassar :)
Mas Hariyanto: amiiin ya Robbal alamin...
BalasHapusSilakan jika anda dan teman-teman memerlukan geng rusuh kami, bisa kontak Elly Lubis, my bos, my Presiden yang cantik dan solehah....085669185619
Posting Komentar