Taipei,
Minggu, 21 Oktober 2012
Pukul
08.00, rombongan yang terdiri dari: Kabul Budiono, Zulhaqqi Hafid, Anhar Ahmad,
Risal Rachim, Rita Asmara dan saya, Pipiet Senja, usai sarapan dengan menu
Italia di Resto Grand Victoria.
“Bagaimana,
enak makannya, Teteh?” tanya Rita Asmara yang mahir berbahasa Mandarin, alumni
Sastra Mandarin FISIP UI.
“Hmm,
yah, disyukuri sajalah,” sahutku menahan tawa. Semua hidangan nyaris tak bisa
kutelan dengan baik dan benar di lidahku yang kamsepay alias kampungan habis.
Kulihat
dari kejauhan Anhar Ahmad dan Zulhaqqi bisa menikmati sarapannya, kedua bapak
paro baya, petinggi RRI itu duduk manis sambil sesekali tersenyum sumringah kea
rah kami.
Di
meja sebelah tampak Kabul Budiono dan Risal Rachim sudah selesai, kemudian
berdiri dan meningalkan Resto. Risal sempat mengeluhkan tentang kaca bening di
kamarnya yang dikatakannya;”Masa saya harus mandi kelihatan Bos?”
Belakangan
baru diketahui bahwa kami bisa menutup kaca tersebut dengan tirai yang tersembunyi
di balik kaca. Kami, saya dan Rita Asmara, ketawa ngakak, menertawai kebodohan
sendiri.
Coba
kalau tidak diberi tahu oleh Fahrini dari RTI perihal misteri kaca bening ini.
Barangkali kami masih bisa saling melihat kondisi masing-masing jika sedang mandi.
Dasaaaaar, ya, sekali lagi; kamsepay!
“Lagian
Mbak Rita, ngapain coba, pake ikutan daku mendadak norak? Kan Mbak Rita mah
sudah pernah ke Taiwan sebelumnya. Malah keliling Eropa, hayo,” komentarku
menambah rasa geli Rita Asmara.
Acara
spesial VOI RRI Siaran Luar Negeri ini, kemudian membawa rombongan kami dari
Grand Victoria ke gedung Kantor Dagang Ekonimi Indonesia. Sesungguhnya jaraknya
sama sekali tidak jauh, jalan kaki pun bisa saja. Namun, ceritanya kan kami
tamu special juga, jadi biarkanlah alam Taipei memanjakan. Hehe.
“Bunda,
duuuuh, serasa mimpi nih bisa ketemu,” seorang gadis manis berkerudung
menghampiri, langsung memelukku erat sekali.”Saya Siti Alie, Ketua FLp Taiwan.”
Reaksi
Siti Alie diikuti secara spontan oleh teman-temannya, memelukku bergantian dan
terasa hangat dalam dekapan. Terharu, ya, selalu kurasakan mengharu biru
hatiku, setiap kali jumpa anak-anak penulis muda berbakat yang bergabung dengan
Forum Lingkar Pena di manapun berada.
Sebelum
acara dibuka pun kami sudah narcis-narcisan. Saya tak bisa menolak saat mereka
meminta untuk foto bareng. Ada yang maunya sendiri-sendiri sambil tertawa
malu-malu. Ada juga yang maunya bareng dan heboh ketawa-ketiwi.
Setelah
sambutan dari Tri Cahyo Wibowo, Presiden FORMMIT, sebagai panitia, dilanjutkan
dengan sambutan dari Anhar Ahmad dan Zulhaqqi Hafiz, petinggi RRI. Kemudian
Kabul Budiono presentasi tentang penyiaran berita di Radio.
Dilanjutkan
dengan pembacaan cerpen dari studio VOI SLN di Jakarta. Maksudku, acara ini
direlay oleh RRI dan disiarkan ke dunia internasional. Kita bisa melihatnya
melalui streaming http://www.voirri.co.id
Sementara
itu, di Jakarta Noura membawakan acara Bilik Sastra, menyilakan Enny Budiono
membacakan karya De Litza, seorang BMI Singapura yang juga telah banyak
melahirkan karya sastra. Cerpennya kali ini diberi judul Wanita Tempe.
Disambung
dengan pembacaan cerpen di Taipei, langsung oleh penulisnya, Ryan Ferdian Lau.
Ia membacakan cerpen berjudul Berkeliling Jual Tempe: Demi Meraih Cita-Cita.
“Jadi,
judulnya sama-sama ada tempenya, ya,” komentar Kabul Budiono.
“Iya,
padahal gak janjian kan dengan De Litza?” tanyaku membuat Ryan tertawa lucu.
Saya
membincang karya keduanya satu persatu. Karena masih ada waktu, Kabul Budiono
menyilakan dua peserta untuk membacakan cerpennya.
“Saya
akan membacakan cerpen karya sendiri,” kata Kwek Li Na, pasti nama pena.
Kebanyakan BMI Taiwan memakai nama pena beraura Taiwan banget. Lihat saja gaya
Ryan Ferdian Lau, mirip Tau Ming Tse. Hehe.
Cerpennya
Kwek Li Na bagus dan sudah apik, karena memang telah melalui sensor editing dan
dibukukan dalam antologi cerpen solo. Disambung oleh Anna Shanchong yang
menbacakan karya terpilih lomba cerpen yang diberi hadiah Depnaker Award.
Wooooow!
Mahasiswa dan BMI Taiwan ternyata didukung habis dan disemangati oleh para
petugas KDEI.
KDEI
di Taiwan ini fungsinya seperti KBRI atau KJRI. Wakil Ketua KDEI dan
staf-stafnya sangat ramah dan welcome, mudah sekali diajak diskusi.
Diterima
KDEI dengan santun dan menghargai, rasanya menghibur hati yang sering kali
kecewa dengan sikap dan perlakuan petugas perwakilan kita di beberapa negara
yang pernah saya kunjungi.
Ada
sesi seru-seruannya yakni ketika foto bareng usai acara sekitar pukul 15.00,
aduhai, itu anak-anak sudah narcisan habis. Eeeeh, karena saya lagi sibuk book
signing jadi ketinggalan, nah, pas lihat semuanya sudah kumpul dan siap
dijepreeet, saya teriak:”Weeeei, tungguiiiin, weeeei! Kok ditinggalin siiiih!”
Semua
yang sudah siap difoto seketika menoleh ke arahku dengan wajah kaget. Semalaman
sempat kupikir-pikir, mengapa yah, wajah mereka kaget begitu? Akhirnya paginya
saya menyimpulkan sendiri:”Sepertinya semuanya kaget, gara-gara takut
digentayangin. Hihi!” (Pipiet Senja, Taipei pagi jelang siang yang damai)
Wah seru sekali nih acaranya.
BalasHapusIya Yuli, seruuuuu dan heboooh, tak kalah hebihnya dengan BMI HK hehehe
BalasHapusada yang membuat saya tertawa ketika membaca salah satu percakapan yang sangat kamseupay hahaha
BalasHapuskok bisa-bisanya seperti itu, tapi kalo gak seperti itu, mana mungkin ada cerita seru seperti ni hahaha
salam kenal dari saya ya bunda, rico ade mandana
Rico: iya, banyak hal menggelikan gara-gara kamseupaynya dakuuuw, maklum bukan dari golongan the haves hihi...
BalasHapusterimakasih telah mampir
Manini, foto yang sama Ryan nggak ada ya?
BalasHapusPosting Komentar