Anak-anak thaller sedang makan bersama di OCBC
Cibubur, 14 April 2013
Menurut sumber yang dapat
dipercaya, kenaikan harga BBM dipastikan bakal diumumkan oleh Pemerintah, entah
Presiden entah sesiapapun itu.
"Menunggu saat semuanya
sibuk dengan urusan lain, masyarakat lemah; maka pengumuman itu akan
diperdengarkan bagaikan bom waktu,” demikian kata sahabatku, seorang aktivis
buruh.
"Nah, kalau sudah tahu
begitu, mengapa tidak ada aksi penolakan?" tanyaku terheran-heran.
Dia terdiam, sepertinya sudah
enggan membeberkan sekadar analisanya tentang satu hal ini.
Informasi ini sungguh
membuatku nyaris tidak bisa tidur lelap dalam beberapa hari. Sambil kuintip
trending topic di media-media, website, FB dan twitter.
Infotainmen malah heboh
melulu urusan perseteruan antara Adi Bing Slamet dengan Eyang Subur. Tiap hari,
tiap saat, hampir semua chanel menayangkan kasus satu ini.
Sampai ada temanku
yang bilang dengan geram: "Sebentar lagi aku banting juga nih tipi, muaaak!"
"Woooi, jangan
dibantinglah, sedekahkan saja," seruku buru-buru melalui Whats App.
Sementara aku sendiri nyaris
"babak belur" dihajar habis oleh urusan rumah sakit.
Terus kuintip media melalui
ponsel. Eh, twitter malah lagi super heboh gara-gara muncul akun SBY yang terverivikasi.
Entah benar, entah bohong, pokoknya si doi mulai mengoceh di twitterland.
Empat kali, kalau tak salah,
waktu tadi malam kuintip.
Mahasiswa, bagaimana?
Alooow, ke manakah suara
kalian yang dari masa ke masa biasanya lantang menyuarakan aspirasi rakyat
Indonesia?
Serikat buruh, bagaimana?
Organisasi parpol, aloooow?
Halah, mengapa aku jadi
penasaran ya menyaksi aksi penolakan?
Ya, jujur saja, karena dengan
melihat aksi penolakan kenaikan BBM, berarti kita bisa melihat; bagaimana sangat
tidak siapnya kita menerima kenaikan BBM.
Bukankah begitu?
Dengan melihat aksi
penolakan, bermakna juga bahwa masih ada yang berani menyuarakan suara rakyat!
Tak bisa kubayangkan,
andaikan benar BBM akan naik, harga sembako pasti akan naik pula. Obat, nah,
ini yang penting untuk pasien seumur hidup macam diriku.
Tanpa kenaikan BBM saja harga
obat, cek laborat sudah begitu mencekik terasa. Apatah pula jika benar BBM
dinaikkan?
Ya Allah, tolong, jangan
dinaikkan sekaranglah, ya Bapak Presiden!
Salam prihatin dan; selamat
twitteran yang baik dan benar sajalah, Pak!
Pipiet Senja, seorang
penulis, tukang teror menulis buat kaum Buruh Migran Indonesia.
Posting Komentar