Royalti buku Surat Berdarah Untuk Presiden karya BMI Hong Kong kepada Manager DD HK
Taipei, April 2014
Siang
itu kami, yaitu; saya, Sastri Bakry dan Fanny Jonathans Poyk menjadi pemateri
di KDEI Taipei. Acaranya workshop
kepenulisan dan jurnalistik. Agenda ini sudah dirancang sejak lama, baru bisa
terlaksana setelah kami bertiga nekad cari tiket dengan merogoh kocek pribadi.
Usai
acara yang dihadiri tidak lebih dari 50 orang peserta saja, karena saat itu
bersamaan dengan persiapan menjelang Pemilu. Jadi anggota grup Whats App yang
saya bina hampir semua sibuk, demi kesuksesan Pemilu. Kami pun diajak jalan ke
TMS. Taipei Main Station.
Sambil
jalan kaki, berbincang dengan anak-anak BMI atau Tenaga Kerja Indonesia tentang
berbagai hal. Mulai dari penerbitan buku, pengalaman mereka selama bertahun di
perantauan, hingga tentang anak-anak asuh dan Yayasan Bunda Hadijah yang saya
bina.
“Sebentar,
Bunda, maaf boleh tanya,” kata Jillian Han, nama pena.”Bunda sendiri kan
penyakitan, harus ditransfusi dua bulan sekali seumur hidup, pastinya butuh
dana banyak. Nah, itu masih harus membiayai anak-anak asuh, bagaimana cari
dananya?”
Pertanyaan
serupa sudah sering menyerbu kupingku, tersenyum dan coba menjawab apa adanya:”Saya
juga sering heran dan takub sendiri. Pas lagi butuh banget buat mereka,
tiba-tiba ada saja yang menitip sedekah atau zakat. Pernah loh, Aulia salah
seorang anak asuhku sudah 5 bulan menunggak, belum bayar daftar ulang ajaran
baru. Harus beli paket buku pula, totalnya sampai 4 jutaan, karena sekolahnya
di SMK swasta.”
“Kenapa sampai
nunggak selama itu, Bun?”
“Dia tidak berani
minta, saat itu kondisiku kritis, harus sering bolak-balik ke ICCU.”
“Terus, bagaimana
kelanjutannya cerita Aulia itu, Bun?” tanya Jillian Han penasaran.
“Kuminta
dia berdoa bersamaku, kami tahajud, dhuha dan memohon langsung kepada Sang Maha
Pemberi. Terus begitu sampai seminggu lewat dan surat peringatan terakhir
dilayangkan pihak sekolah. Jika tidak dilunasi Aulia akan dikeluarkan.”
“Oh,
ya Allah, Bunda, kasihan sekali,” gumam anak BMI itu dengan mata memerah,
menahan tangis, menatapku iba sekali.
“Tiba-tiba
saja ada yang kirim Whats App. Mengaku pembaca bukuku, asli orang Cimahi, saat
itu sudah menikah dengan pria warga Amerika, mereka tinggal di Hawai. Ia
meminta nomer rekeningku dan bilang; ini titip zakat suamiku yang mualaf untuk
anak-anak asuh Bunda.”
Bayangkan,
entah siapa orang tersebut, tidak tahu juga dari mana mengetahui perihal anak
asuhku. Hanya Allah Swt yang telah mengarahkannya sehingga zakatnya itu
akhirnya sampailah di tangan kami. Totalnya 1000 USD, dikurskan saat itu 10
jutaan. Sebagian aku berikan untuk anak-anak asuh yang lain, sisanya untuk
memenuhi keperluan pendidikan
Aku
takkan pernah lupa, betapa terharunya Aulia dan ibunya, janda miskin itu, saat
menerima tanda terima pelunasan dari pihak sekolah. Mata remaja putrid yang tak
kenal wajah ayahnya itu berbinar-binar, banyak harapan dan cita-cita tersimpan
di sana. Aulia, adiknya dan ibunya telah ditinggalkan oleh ayahnya sejak kecil.
Betapa ia ingin membantu dan membahagiakan ibunya jika sudah lulus dan bekerja.
“Rezeki
itu, harta yang diberikan Sang Maha Pemberi kepada kita merupakan titipan.
Sebagian memang milik kita, tetapi ada sebagian milik kaum dhuafa. Jadi, aku
tidak pernah takut menjadi miskin hanya karena berbagi dengan anak-anak asuh.
Mereka datang dan aku yakin semua dititipkan-Nya kepadaku berikut rezeki-Nya,”
ujarku memungkas percakapan serius tentang anak-anak asuh.
Jillian
Han menyelipkan sebuah amplop tebal ke tanganku saat kami berpisah di stasiun
TMS, Taipei malam itu. Ia berbisik lirih di telingaku:”Cerita Bunda sangat
menggedor hatiku. Uang cash yang aku bawa sedikit, tapi nanti tolong nomer
rekeningnya di-WA, ya, Bunda,” pintanya terdengar tulus dan serius sekali.
Aku
terpelongoh, mengantar kepergiannya, berlari-lari menuju taksi yang akan
membawanya ke rumah majikannya di Hua Lien. Anak BMI itu, aku tahu persis
berasal dari pelosok Jawa Timur, belum lama bekerja di Taiwan. Mungkin belum
selesai pula masa potongan gajinya.
Namun,
lihatlah, Saudara, ia pun rela berbagi rezeki yang ditabung tiap hari dengan
ketat. Tidak memakai waktu libur untuk hal yang merugi, melainkan untuk
menambah wawasan dan ilmu; menulis bisa mengubah peradaban, demikian
dipercayainya. Sekarang bertambah pula bahwa dengan zakat, sedekah, hidupnya
akan lebih mudah dan menyempurnakan ibadah serta jalan dakwahnya. (Taipei,
April 2014)
Catatan:
Mari
santuni anak-anak dhuafa yang sangat membutuhkan ulusan tangan Anda. Bisa melalui
Dompet Dhuafa atau institusi resmi amil zakat lainnya. Donasi anak-anak asuh, korban
KDRT dan lansia bisa juga melalui Yayasan Bunda Hadijah Rekening BCA
7650311811.
Subhanalloh, tak ada hal baik yang sia-sia. Barokalloh Bunda, semoga Alloh mengizinkan saya untuk ketemu Bunda. Sudah tentu anak FLP Taiwan sangat senang sekali mendapat ilmu dan cinta kasih Bunda Pipiet.
BalasHapusDan saya, di Ponorogo sini BMI Purna yang dulu dari Taiwan dan kini menjadi salah satu koordinator Keluarga Migran Indonesia yang mengumpulkan BMI Purna dan keluarganya di bawah binaan MI dan DD
Posting Komentar