Petang
Terindah di Masjidil Haram
Untuk
ke sekian kalinya jemaah Cordova yang lain sudah mendahului kami, berangkat
menuju Masjidil Haram. Maka kami bertiga, aku, Marlen dan Aisha beriringan pula
memasuki rumah Allah itu.
Awalnya
bisa sholat bersama, di tempat favorit kami yakni dekat-dekat di depan
Multazam. Setidaknya sejajar dengan Multazam di pelataran, meskipun
digebah-gebah oleh asykar, atau di atas yang khusus disediakan untuk jemaah
perempuan.
“Hayooo…
berdiri! Berdiri, Hajjah, haram, haraaam, Hajjah!” demikian sang asykar
menggebah kami dengan logatnya yang ajaib.
Itu
masih mending agak sopan ngomongnya. Ada pula asykar yang berseru begini: “Hajjah,
he, Indonesia… Hajjah, enyah, enyaaah!”
Waaa…
kacoooow!
Siapa
tuh yang ngajarin Arab ngomong kasar begitu yah?
“Pssst…
sambil kedip-kedipin matanya sama adinda kita tuh, Dek,” bisikku kepada Marlen
yang selalu paling ngotot di antara kami, kepingin sholat di dekat Multazam.
"Teh
Pipiet ada-ada saja,” meskipun demikian Marlen tak bisa menahan geli, mencuri
pandang juga ke arah asykar bertubuh tinggi besar.
“Ups…eee,
bener juga ya!” cetusnya kemudian, mengakui hasil reportase daku. Hehe.
“Tuuuh
kan, caya aja deh, cayaaa!” aku merasa menang, kemudian ujarku kepada Aisha
yang berada di belakang Marlen.
“Makanya,
adinda kita ini harus pake cadar ke mana-mana. Jangan pernah biarkan dia jalan
sendiri, oke, Dek!”
“Okeee
deeeh!” sahut Marlen.
“Teteh
bisa saja deh, emang aku secantik apa seh!” gerutu Aisha, tersipu-sipu.
Kami
terus menyusuri saf demi saf yang semuanya sudah ditempati oleh kaum Adam. Di
sini memang akan serasa nian yang namanya kesenjangan gender. Lelaki yang
paling diutamakan daripada perempuan.
Suatu
hari aku pernah menyaksikan kemarahan seorang perempuan muda dari Malaysia di
Masjid Nabawi.
“Mengapa
perempuan ini disuruh berperang melawan sesamanya?” protesnya sambil
terisak-isak, gegas menyingkir dari lautan manusia (perempuan) yang berhasrat
sholat di areal Raudhah. Sebelah matanya bersemu kebiruan, mungkin terkena
sikut hebat dari jemaah Afrika, entahlah.
Demikian
pula saat kulihat kaum lelaki begitu tertib, bisa antri satu per satu untuk
mencium Hajar Aswad. Sementara jemaah perempuan, lagi-lagi, dikondisikan untuk
bergelut melawan sesamanya.
Tak
ada asykar hawa yang mengatur kami. Lagipula, kelihatannya semua ingin saling
mendahului untuk mencium Hajar Aswad. Meskipun pada akhirnya, kalau tak mau
dibuat babak belur, dan beroleh suatu keajaiban; dipastikan menyerah juga tuh,
menyingkir secara sadar!
Eh,
ndilalah, tahu-tahu aku sudah kehilangan dua sohib sekamar itu!
Biarlah,
nanti juga ketemu lagi, pikirku. Maka, aku pun sholat sunat kembali, menanti
azan Maghrib tiba. Pemandangan dari tempatku ini alangkah indahnya, Saudara!
Cahaya
matahari berwarna keemasan jatuh dengan sempurna, menyinari Kabah, membalut
kiswahnya dengan warna kuning. Ditingkahi dengung talbiyah dari jemaah sedang
tawaf yang makin melaut, menyamudera dan menggelombang, duhai!
Seketika
aku melihat burung-burung mengitari Kabah, serombongan demi serombongan dengan
hitungan tujuh kali. Ya, bahkan burung-burung pun bertawaf, pekikku membatin.
Mungkin saja mereka pun sambil bertasbih, memuliakan asma-Nya. Subhanallah!
Oh,
wahai… Keindahan nan sempurna!
Tak
henti-henti bibirku mengucap rasa takjub, dan syukur atas lukisan terindah dari
Sang Mahakarya. Maka entah manusia macam apakah, dan begitu angkuhnya, apabila
dia masih saja tidak sadar, setelah melakukan ibadah umroh atau haji. Di
manakah gerangan nuraninya, mereka, para koruptor, penjilat duit rakyat kecil
yang telah bolak-balik haji, kemudian pulang hanya untuk merampok kembali?
Ya
Robb, gedorlah kalbu orang-orang seperti itu, Tuhanku!
Agar
bangsa kami memiliki para pemimpin sejati!
Azan
Maghrib pun menggema, seakan-akan memantul-mantul dari setiap penjuru Masjidil
Haram. Saat-saat begini pun senantiasa mampu membuncahkan air mata yang tak
henti dari sudut-sudut mataku. Lihatlah, gelombang manusia di sekitar Kabah,
Baitullah, mendadak berhenti, kemudian sama-sama melakukan sholat berjemaah.
Airmata,
airmata ada di mana-mana. Airmata melaut, airmata menggelombang. Airmata
menyamudera tak putus-putusnya…
Biarkan
kami menangis, biarkan kami menangis, Ya Robb… Betapa kami ingin mengaku
seluruh dosa yang pernah kami lakukan, segala alpa dan lalai di masa silam,
masa kini dan… Ya Allahu Akbaaar!
Mohon
tunjukkan kami ke jalan yang lurus dan benar, ya Allah!
Mohon,
kami mohoooon… tingkatkan iman dan takwa kami kepada-Mu, hanya kepada-Mu, Ya
Allah… Ingatkan kami senantiasa dari kelenaan duniawi, agar kami bisa kembali
ke sini… berdoa yang senantiasa serasa langsung bersua dengan-Mu, ya Robb…
Setelah
menikmati seluruh nuansa yang indah tak terlukiskan itu, barulah kusadari lagi,
dua sohib sekamarku beneran… menghilang!
Ya
sudahlah… aku pun memutuskan untuk kembali ke hotel sendirian. Tapi aku
teringat akan janjiku kepada keduanya, bahwa aku akan menanti mereka di depan.
Maka, aku pun terduduk dekat rak sepatu, tak jauh pula dari deretan kran-kran
air zamzam.
Lima
menit berlalu, sepuluh menit… setengah jam sudah!
“Wuiiisss,
ke mana tuh anak dua? Kok gw jadi ngejemprak gini nih, yah? Kayak gelandangan
deh, ah!” gumamku membatin sambil kudengar bunyi keroncongan di perut. Memang
sudah saatnya makan malam.
Perlahan
kututup kedua mata, sambil membilang tasbih aku pun berzikir. Entah berapa
lama, yang jelas begitu aku membuka mata telah terjadi sesuatu!
Ya
Allahu Robb, siapa yang meletakkan barang-barang ini?
Yup,
di depanku tampaklah ada sekantong plastik korma, sepotong roti khas Arab,
secangkir minuman semacam wedang jahe yang aromanya aku tak suka. Karena pernah
kuminum juga ketika berada di Mesir. Ada juga selembar uang satu real dan
secangkir air zamzam!
Ya,
air zamzam pun disodorkan orang kepadaku!
Secara
nalar buat apa coba, lha wong kran-kran air zamzam nyaris menempel dengan
tanganku. Mau minum segentong pun tdak bakalan ada yang melarang, ya kan?
Tiba-tiba
otakku konek, astaghfirullah… tadi aku ngomong… kayak gelandangan kan, Saudara!
Jadi,
jadi… orang-orang itu, siapapun itu, yang kebetulan melintasi tempatku
ngejemprak, niscaya mengira diriku ini seorang gelandangan. Agak panik kuraup
semuanya itu dengan mukenaku, aku pun melesat keluar Masjidil Haram. Kutahu di
pelataran ada gelandangan, asli loh… Ah, ah, tidak, ternyata tak ada sepotong
pun gelandangan di sana!
Maka,
aku pun kembali memasuki Masjidil Haram, melangkah dengan tubuh lemas dan
kaki-kaki serasa lunglai. Namun, aku terus bergerak perlahan ke depan, menuju
kiblatku.
Duduk
di tangga, menghadap Kabah, perlahan aku pun menikmati; seplastik korma,
sepotong roti, secangkir wedang jahe Arab, segelar air zamzam. Semuanya
kulakukan dengan airmata yang tiada henti bercucuran, membasahi pipi-pipiku,
tumpah pula sebagian menetesi semua makanan dan minuman yang ada di tanganku
yang gemetar.
Alhamdulillah,
eureuleu, teurab alias sendawa!
“Kunikmati
rezeki langsung dari-Mu ini, ya Allah, ampunilah diriku, ampunilah mulutku yang
sudah sembarang ngomong,” gumamku sambil terus-menerus menangis dalam diam,
tangisku yang paling nikmat sepanjang hayat dikandung badan.
Malam
itu, aku hampir tak menyentuh makanan selain secangkir kopi susu. Karena
perutku sudah kenyang, dan sama sekali tak bisa menelan apapun lagi.
@@@
Subhanallah..
BalasHapusSaya ucapkan terimakasih kepada OM AGUS yang telah membantu saya dengan ramalan yang sangat akurat.saya menang 4D 450jt,saya pasang 100rb untuk putaran singapura.Saya sangat senang,usaha saya untuk mencarikan pembelian alat2 ritualnya untuk OM AGUS tidak sia-sia.Trimakasih OM AGUS
BalasHapusDAN BAGI TEMAN2 YG LG KESUSAHAN ATAU TERLILIT HUTAN
INSYALLAH DENGAN BANTUAN ANGKA RITUAL
OM AGUS ANDA AKAN SUKSES
INI NOMOR OM AGUS 085396801745
TERIMAH KASI.
—————————————————————————————
JALAN MENUJU KEMENANGAN DI AWALI DENGAN KEBESARAN HATI…! =……………………………………………========-
Saya ucapkan terimakasih kepada OM AGUS yang telah membantu saya dengan ramalan yang sangat akurat.saya menang 4D 450jt,saya pasang 100rb untuk putaran singapura.Saya sangat senang,usaha saya untuk mencarikan pembelian alat2 ritualnya untuk OM AGUS tidak sia-sia.Trimakasih OM AGUS
BalasHapusDAN BAGI TEMAN2 YG LG KESUSAHAN ATAU TERLILIT HUTAN
INSYALLAH DENGAN BANTUAN ANGKA RITUAL
OM AGUS ANDA AKAN SUKSES
INI NOMOR OM AGUS 085396801745
TERIMAH KASI.
—————————————————————————————
JALAN MENUJU KEMENANGAN DI AWALI DENGAN KEBESARAN HATI…! =……………………………………………========-
Posting Komentar