Guangzhou,
Minggu 2 Oktober 2011
Pemandu
turing bernama A Chin yang suka guyonan itu, berbagi anekdotnya kepada kami,
rombongan Alibaba dari Hong Kong ke Guangzhou.
“Ibu-ibu,
saya orang China dari kawasan Selatan. Saya belajar bahasa Indonesia begitu
lulus SMA Pariwisata di Guangzhou ini, ya ibu-ibu,” ujarnya mengawali. “Lidah
saya masih belum bisa bilang eeeerrrrrr. Jadi, saya biasanya pilih tergesa-gesa
atau cepat-cepat untuk mengajak turis; burrrruuuuu-burrruuu… Nah, kan
dengaaaaarrr, ibu-ibu? Bulu-bulu ibu berdiri, naaah! Gawaaat kaaan?”
Semua
yang ada dalam bis wisata ketawa geli mendengar cakap si A Chin. Pantasnya dia
gabung saja dengan grupnya Srimulat atau saudaraan dengan Sule, pikirku.
“Ini
ada anekdot kita, ya ibu-ibu tentang para Dewa. Kami ada menyembah Dewi Kan Im,
ada juga yang nyembah Dewa Kwan Tung. Tapi banyak juga anak China sekarang yang
tidak ada agamanya, tidak pakai dewa-dewa. Yah, buat apa pake dewa-dewa, cuma
ngabisin suguhan, buah-buahan mahal. Mending dimakan sendiri saja…”
Gheeeerrrrr,
tawa lagi deh!
Alkisah,
ada seorang pedagang tahu yang sukses di daratan China. Namanya A Can, dia
gemar sekali menyembah Dewa Kwan Tung. Gambar Dewa Kwan Tung dipajang gede-gede
di pintu tokonya. A Can sangat hormat, sangat respek dan sangat sayang sama
Dewa Kwan Tung.
Sebelum
buka tokonya, A Can tak pernah lupa memberi sesajen kepada Dewa Kwan Tung.
Demikian pula kalau mau tutup tokonya, A Can akan menjura dan
mengucapkan:”Terima kasih, Dewa Kwan Tung, tokoku banyak pembelinya. Hari ini
banyak untung, terima kasih, terima kasiiiih….”
Sampai
satu hari, setelah menutup tokonya, tiba-tiba A Can ditelepon dari rumah sakit.
Petugas
rumah sakit bilang:”Bapak A Can, ada kabar sedih untuk kamu. Anakmu sekarang
ada di rumah sakit. Dia kecelakaan, mobilnya tertabrak!”
A
Can kaget sekali, sebelum pergi ke rumah sakit, dia menjura di depan gambar
Dewa Kwan Tung. A Can berdoa dengan segenap kesungguhan hatinya.
Doanya
sebagai berikut:”Dewa Kwan Tung, mohon bantulah anakku. Aku cuma punya anak
satu-satunya laki-laki, mohon selamatkanlah putraku, ya Dewa Kwan Tung!”
Namun,
ketika sampai di rumah sakit, A Can menemukan putra semata wayang dalam kondisi
kritis. Dokter menjelaskan bahwa kalaupun selamat, putranya itu mustahil akan
bisa memiliki keturunan. Betapa sedihnya A Can, maka bergegaslah dia pulang,
dan kembali menghadap Dewa Kwan Tung.
Sekali
ini, dia bukan hormat, bukan sayang lagi melainkan marah besar. A Can bilang
begini:”Hayyyaaaaa, Kwan Tung, Kwan Tung, kejamnya kamu, haaah! Selama ini,
seumur hidup aku selalu menyembah kamu. Mengapa kamu tidak peduli, aku cuma minta
bantuanmu; selamatkan putraku. Haaaayyaaa, dasaaar, yaaah, Dewa tidak
bergunaaaa!”
Pendeknya
ngamuklah A Can yang malang!
Sesi
ini, kalau mengikuti gaya sinetron Indonesia dilebay-lebaykan ya, sampai pake
merobek gambar sang dewa kali yeeeh.
Nah,
tiba-tiba ada yang melesat dari kepala gambar Dewa Kwan Tung, menjelmalah di
depan A Can. Agaknya itu adalah ruhnya Kwan Tung, entahlah, ya (gak ditanyain
si A Chin, hihi!). Bayangan itu bilang begini, Sodara!
“Woooooi,
A Can! Dengarlah baik-baik! Anakmu itu ngebutnya di tol pake mobil mewah buatan
Eropa. Sedangkan aku hanya pake kuda. Jadi, bagaimana bisa aku mengejar anakmu?
Gak kuatlah, boooo!”
Wuakakakaaaaa,
gubraaak deh, aaarrrgh!
Catatan;
mohon tidak ada yang tersinggung, ya, ini hanya menyampaikan anekdotnya A Chin
saja.
Sampai
jumpa, Coy Kin!
Hihihi lucu bunda
BalasHapusPosting Komentar