Usut Kematian Eka Suryani BMI Hongkong
Lindungi Tenaga Kerja Indonesia di Mancanegara
Jaringan Buruh Migran Indonesia (JBMI) – aliansi organisasi -organisasi BMI, mantan dan keluarganya yang berada di Indonesia, Hong Kong, Macau, Taiwan – menuntut Pemerintah Indonesia untuk mengusut tuntas kematian Eka Suryani, Buruh Migran yang meninggal secara misterius di Cina.
Menurut pemberitaan, Eka Suryani, 23 tahun, ditemukan meninggal di kamar mandi rumah majikan di Cina tanggal 22 Januari kemarin. Namun penyebab kematiannya belum diketahui.
Ibu satu anak asal Donomulyo Malang ini baru pertama kali keluar negeri. Dia diberangkatkan PT Surabaya Yudha Cipta Perdana di Malang dan AIE Employment Agency di Hong Kong.
Selama bekerja, Eka sering mengeluhkan perlakuan tidak baik majikan perempuan. Dia diberi makan dua kali sehari, jam kerja panjang tanpa istirahat, disuruh membersihkan rumah saudara majikan dan juga diharuskan bekerja sebelum dan sepulang dari libur. Sekitar 3-4 bulan bekerja, majikannya yang temperamental mulai sering memukulinya dengan tangan atau barang lain yang ada.
Eka juga pernah diusir dan mendatangi agen minta pertolongan. Tapi karena potongan Agen 6 bulan belum lunas, Eka diharuskan kembali ke rumah majikan lagi.
Desember 2015, majikan membawa Eka ke Cina untuk dipekerjakan disana menyongsong lebaran Cina. Meskipun berdasarkan hukum Hong Kong, tindakan ini termasuk ilegal.
Selama di Cina, Eka dituduh mencuri uang dan uang yang dibawanya dari Hong Kong juga dirampas. Eka juga sering dipukuli.
Dari obrolan terakhir dengan suaminya, 22 Januari pukul 11.26 malam kemarin, Eka memberitahu akan balik ke Hong Kong tanggal 24 Januari dan ingin segera memutuskan kontrak. Eka tidak ingin bekerja lagi di Hong Kong karena trauma.
Ketika berbincang itu, Eka pamit sebentar pada suaminya. Namun setelah ditunggu lama Eka tidak menghubungi lagi dan juga tidak bisa dihubungi. Bahkan Eka juga berkomunikasi melalui Whatsapp dengan sahabatnya di Hong Kong dan menceritakan kondisi penganiayaan yang sering dilakukan oleh Majikan perempuanya setelah 2 bulan bekerja di rumah Majikan itu.
Keluarga mendengar kabar kematian Eka tanggal 25 Januari melalui teman satu PPTKIS dan kunjungan PPTKIS.
Menurut keluarga dan sahabat, Eka sehat dan tidak punya penyakit serius yang bisa menyebabkan kematian. Mereka yakin kematian Eka tidak wajar.
JBMI percaya selama bekerja hingga menemui ajal, Eka telah jadi korban Pelanggaran dan pembunuhan. Kematian Eka harus diinvestigasi dan jika dari hasil autopsi ditemukan bukti-bukti kekerasan maka Pemerintah harus melakukan tindakan agar kasus ini dimejahijaukan.
JBMI juga mengecam sikap PT. Surabaya Yudha Cipta Perdana yang menekan keluarganya agar tidak mengautopsi jenazah Eka dengan menakut-nakuti biaya mahal.
Kematian Eka adalah imbas dari kekejaman majikan, agen dan PPTKIS yang hanya mau uang dan tidak perduli kesejahteraan, dan pemerintah yang menelantarkan BMI diluar negeri.
Sebagai bentuk solidaritas dan pendampingan, JBMI telah menggelar doa bersama di Hong Kong bersama saudara dan sahabat Eka, mengunjungi dan mendampingi keluarga, dan memberi sumbangan.
JBMI bersama Mission for Migrant Workers juga akan mendampingi penuntutan kompensasi asuransi di Hong Kong bagi keluarga yang ditinggalkan.
JBMI mengecam sikap AIE Employment Agency yang mengembalikan Eka ke rumah majikan meski sudah tahu perlakuan buruk majikan. Seperti halnya Erwiana Sulistianingsih, Eka diharuskan kembali pada majikan jahat demi melunasi 6 bulan potongan gaji. Baik Eka maupun Erwiana tidak punya pilihan lain kecuali mengikuti tuntutan agen karena secara undang-undang, semua BMI diikat pada PPTKIS dan Agen yang memberangkatkan.
KJRI di Hong Kong sebagai perwakilan pemerintah Indonesia harus menyakinkan adanya autopsi jenazah untuk mendapatkan kepastian penyebab kematian Eka.
Keadilan bagi Eka dan seluruh Buruh Migran Indonesia.
Referensi:
Hong Kong
Sringatin (+852 6992 0878)
Indonesia
Marjenab (+62 813 82350491)
Posting Komentar