Jakarta, 17 September 2016
Alfian
Tanjung tokoh panutan dari kalangan Islam yang sangat peduli dengan gerakan
anti komunis. Sejak Orde Baru tumbang yang ditengarai oleh maraknya paham dan
bangkitnya para tokoh komunis. Mereka menyusup ke berbagai kalangan; ormas
pemuda, mahasiswa, budayawan, elit politik bahkan kini berseliweran di sekitar
Istana
Kiprah
dan perjuangan Alfian Tanjang sungguh banyak menemui kendala, mulai dari
ketiadaan dana, dijegal oleh para tokoh PKI gaya baru, hingga diteror dan
diancam akan dibinasakan. Mesipun demikian, ia pantang mundur, maju terus
menyuarakan visi dan misinya, agar masyarakat Indonesia waspada dengan bahaya
laten komunis.
Melalui
WAG BGKI, Alfian Tanjung bersama putranya Iqbal Almaududi, berhasil menghimpun
teman-teman satu visi dan satu misi. Maka deklarasi pun diperlukan untuk lebih
mengukuhkan eksistensi BGKI di Menteng Raya 58, 3 Juni 2016.
Menurut Alfian Tanjung, BGKI yang resmi dicetuskan pada 4 Mei 2016,
lebih disebabkan terdorong rasa cintanya kepada NKRI dan Pancasila sebagai
dasar negara. BGKI menyatakan sikap untuk menuntut pemerintah menegakkan
Peraturan Perundangan yang melarang penyebaran paham komunis, Marxis dan Lenin.
BGKI menolak penyebaran paham tersebut,
Pertemuan Nasional BGKI diselenggarakan pada 17-18 September 2016
di Masjid Al Barokah Cengkareng. Dihadiri oleh perwakilan dari berbagai
kalangan, selain dari Jabotabek, hadir pula dari Surabaya, Pasuruan dan Jawa
Tengah.
Dimoderatori Nasrullah,
acara diawali dengan doa bersama pada petang yang sejuk itu. Ceramah akidah
dari Iqbal Siregar membuat mata peserta terbuka lebar. Kemudian Alfian Tanjung
menyampaikan pengarahan, seputar sejarah dan dosa kekejaman PKI. Kesempatan ini
dihadiri pula oleh jamaah Majelis Taklim, pengajian rutin jamaah Al Barokah.
Esoknya setelah sholat berjamaah Subuh di Masjid Al Barokah, acara
dilanjutkan. Film dokumenter tentang kekejaman Stalin dengan paham komunis di
Rusia, sungguh membuat dada bergolak, peserta perempuan bahkan tanpa sadar
berlinangan airmata. Dilanjutkan Alfian Tanjung dengan berbagi pengalaman dan
wawasan lebih mendalam lagi tentang perkembangan, pergerakan, agitasi,
provokasi komunis gaya baru di Indonesia.
Giliran Suharto sesepuh (70) SOKSI banyak memberi masukan serta
berbagi pengalamannya, seputar kesaksiannya atas peristiwa G30S di kampung
halamannya, Magetan Jawa Timur.
“Banyak korban keganasan PKI, antara lain kakak bapak saya sendiri,”
paparnya dengan suara menggeletar. Tentu ia terkenang lagi bagaimana keluarga
dekat bersama pluhan tetangga yang dikenalnya dengan baik, dianiaya lebih
dahulu sebelum dibinasakan oleh PKI. Gerwani yang melakukan semacam ritual
pembunuhan sadis itu sambil menembang Genjer-Genjer.
Pipiet Senja, penulis Islami pun memberi testimoni masa kecilnya
yang menyedihkan, di-bully oleh
anak-anak PKI di kampung kelahirannya, Sumedang. Ia mengatakan selain trauma masa
kanak-kanak, ayahnya yang seorang pejuang ‘45 dan prajurit Siliwangi yang ikut
memberantas pemberontakan PKI di Mdiun, 1948, berpesan wanti-wanti tentang
bahaya laten komunis.
Panglima KOKAM, Andi Irawan, Bismo dan peserta termuda kader
KOKAM, menegaskan tentang kebulatan tekadnya untuk sama merapatkan barisan,
menggalang persatuan: Ganyang PKI Gaya Baru!
Pertemuan Nasiobal BGKI ini membuahkan beberapa keputusan, antara
lain; BKGI akan membangun jaringan dan perwakilan di setiap provinsi, melakukan
edukasi kepada generasi muda yang masih bersikap apriori, bahkan buta sejarah
kelam yang melibatkan komunisme.
BGKI Siap Ganyang PKI Gaya Baru
BGKI Siap Ganyang PKI Gaya Baru
Pertemuan Nasional BGKI dilanjutkan dengan bergabung bersama FPI
di Masjid Istiqlal, dalam acara Tabligh Akbar Istighosah Nasional yang dihadiri
ribuan jamaah dari pelosok Jabotabek. (Pipiet Senja, Jakarta 2016)
@@@
Posting Komentar