Bintang
Bintang Pesantren
Prolog
Buku kumpulan kisah inspirasi dari dua pesantren ini masih dalam proses penyuntingan. Untuk menyemangati, tidak masalah jika kita pamerkan sekaligus promosikan di medsos sekarang. Berharap akan semakin banyak bermunculan penulis Islami dari basicnya, yakni pesantren.
Lombok, 15 Pebruari 2017
Tiba di Bandara
Praya Lombok pukul 19.45, sudah ditunggu oleh Umi Kulsum beserta seorang Ustadah
dan sopir. Selalu kangen setiap kali melihat sosok Muslimah berasal dari Garut
ini. Jumpa dan kenalan pertama kali dulu sekali, 2005, ketika aku diundang ICMI
ke Mesir bersama Gola Gong, Irwan Kelana dan Fauzil Adhim.
“Teteh mah tampak
awet muda, rasanya seperti sama saja ketika kita ketemu terakhir kali,”
sambutnya ramah saat memelukku dengan hangat. Kemudian memperkenalkan akhwat di
sebelahnya, dan menyilakan Mas Man membawakan koperku.
“Kan belum lama juga
Teteh dari Lombok,” komentarku. “Bawa janji harus kembali untuk mencetak karya
santri Asshohwah.”
“Iya, Teteh, sok
atuh kapan mau menerbitkan buku santri Asshohwah?”
“Pulang dari sini,
insya Allah, sekarang sudah ada sponsornya.”
Kangenan
dilanjutkan dalam kendaraan, kami bergerak menuju villa yang telah disediakan,
milik sahabat pimpinan Asshohwah, Kyai Taesir. Tiap kali jumpa ibu muda sebaya
anakku ini, kerap kuingin menggodanya tentang poligami. Namun, seperti
saat-saat sebalumnya si Geulis nan solehah hanya senyum-senum ikhlas.
Sesi pertama kelas
menulis dariku dimulai keesokan hari, 16 Pebruari 2017. Aku dibuat terperangah
takjub dengan pemandangan di tengah pesawahan masyarakat Biletepung.
Bangunan pontren
Asshohwah telah berubah sangat pesat. Masjid Utsman Bn Affan berdiri dengan
megahnya. Bangunan untuk Asrama Putri pun sudah tampak. Sementara bakal Asrama
Putra masih berupa tiang-tiang pancang di seberang Masjid.
“Masya Allah, ini
sudah tampak sekali akan menjadi megah dan gagah pesantrennya,” komentarku.
“Setiap kali singgah ke sini ada saja perkembangan yang membanggakan. Semoga
berlahiran terus para mujahid Islam dari sini.”
Umi Kulsum
mengaminkan harapan dan doaku. “Silakan, Teteh, para santri sdah menunggu,”
ujarnya seraya menggamit tanganku memasuki Masjid Utsman Bin Affan.
Tampaklah
wajah-wajah generasi harapan bangsa di masa depan yang sudah siap menerima
transfer ilmu. Kebanyakan santri setingkat SMP dan SMA. Ada juga barisan ustad
dan ustadah di tengah mereka. Acara dibuka oleh Kyai Taesir, dilanjutkan dengan
pembacaan kalam Ilahi seorang santri bersuara merdu sekali. Kepala Sekolah SMA
Asshohwah, Ustad Akhyar memberi pengarahan kepada santri dan menyilakanku untuk
memulai kelas menulis.
Pada kesempatan
kali ini aku bisa mendapatkan akses internet dari ponselku. Wifi-nya belum
terpasang agaknya. Menurut Ustad Akhyar, mereka sudah lama juga mengajukan
pemasangan Indovision. Namun hingga saat itu belum juga terpasang, tidak jelas
kendalanya di mana.
“Mari kita mulai
tangkap semangat untuk maju bersama,” seruku mulai menyemangati hadirin. “Agar lebih semangat
kita senam otak dulu, ya. Setuju?”
“Setujuuuuu!”
sambut para santri.
Begitulah biasanya
kuawali dengan motivasi ala si Manini. Selanjutnya kelas menulis berlangsung
dengan pemberian materi, kiat-kiat menulis pun ala si Manini. Manini panggilan
kesayangan murid-muridku di pelosok Tanah Air dan mancanegara. Tidak ada
teori-teori sastra, sebab aku bukan jebolan akademisi, melainkan penulis
otodidak yang terlahir dan berkembang sesuai zaman.
Dilanjutkan dengan
sesi Dialog Interaktif, kemudian praktek menulis. Setelah dikumpulkan, diambil
3 terbaik dan diberi hadiah novel karyaku. Sudah dijadwalkan kelas menulis
lanjutan, Sabtu, 18 Pebruari 2017. Romel pakar Blogging-Media dan sponsor
Mandiri Amal Insani akan memberikan materi sesuai kapasitasnya masing-masing.
Sesungguhnya
banyak juga tulisan anak-anak yang bagus, menginspirasi dengan ciri khas dan
aura pesantren di kawasan Lombok. Namun karena format dan ketebalan untuk
bukunya sudah diperhitungkan sesuai budget, maka, ndilalah!
Dari dua pesantren
yakni; Asshohwah Al Islamiyah-Lombok dan Babussalam-Pekanbaru, sebuah buku
kumpulan kisah inspirasi Bintang Bintang Pesantren, aku sunting dalam dua
pekan. Sebab ada jarak waktu sebulan antara kelas menulis sesi pertama di
Lombok dengan kelas menulis kedua di Pekanbaru.
Adapun sesi kedua
kelas menulis di pesantren Babussalam-Pekanbaru diselenggarakan pada 26 Maret
2017. Ini pertama kalinya aku singgahi. Namun, ternyata Kepala SMA IT
Babussalam, Ustad Imran Effendi sekampung dengan ayah anak-anak di Padang
Lawas, Tapanuli Selatan.
Seketika keakraban
persaudaraan sesama asal halak hita
pun terjalin uniknya. Padahal aku asli Sunda, tetapi demi ukhuwah bisa
mengimbanginya dengan celetukan-celetukanku gaya halak hita.
“Jadi,” kataku
dengan nada serius sekali. “Contoh pembukaan paragraf pertama sebuah cerpen
sbb; Telah lahir bayi tanpa tulang. Bayi perempuan, beratnya 2,8 kilo, sehat
dan cantik. Bayi ini memang hanya ditunggui oleh ayah dia, opung dia, tanpa
tulang dia. Karena si tulang sedang sibuk narik metromini. Horas bah!”
Geeeerrr saja,
hadirin terbahak-bahak dengan lontaran candaanku. Pak Kepsek yang sempat keluar
sebentar, balik masuk ruangan, kusambut dengan: “Alhamdulillah, sekarang Tulang
pun sudah kembali bergabung….”
Semakin
ger-geranlah suasana ruang kelas menulis siang itu.
Baiklah, singkat
cerita, inilah buku hasil kelas menulis di dua pesantren. Menyajikan 20 kisah
inspirasi, ditambah pengantar, sekapur sirih, prolog serta epilog. Tidak
terlalu sulit saat menyuntingnya, hanya sedikit menambahkan, tepatnya merevisi
rasa bahasa, lokasi dan pengaturan paragraf. Untuk pemula semua tulisan di buku
ini sudah lebih dari cukup.
Berharap kelak akan menjadi para penulis mumpuni dengan ilmu yang mereka miliki. Mahir melahirkan karya yang berrmuatan dakwah bl qolam, bernapaskan Islami. Sebagai karya yang dapat menjawab tantangan zaman, menyeimbangkan buku-buku yang ditulis oleh mereka pembenci Islam. Mereka yang sering menyudutkan Islam dengan karya-karya menyesatkan.
Berharap kelak akan menjadi para penulis mumpuni dengan ilmu yang mereka miliki. Mahir melahirkan karya yang berrmuatan dakwah bl qolam, bernapaskan Islami. Sebagai karya yang dapat menjawab tantangan zaman, menyeimbangkan buku-buku yang ditulis oleh mereka pembenci Islam. Mereka yang sering menyudutkan Islam dengan karya-karya menyesatkan.
Mari, kita
gelorakan semangat Islam dalam sastra dan literasi Indonesia. Bahwa Islam itu
Indah dan Rahmatan lil Alamin. Sepakat?
Takbir!
Allahu Akbar!
(Pipiet Senja, Pekanbaru, Maret 2017)
@@@
Posting Komentar