Ilustrasi dari Google
Badai topan delapan telah usai. Langit
kembali biru bening, angin lembut membelah jalanan Sau Mau Ping. Dua sosok muda
itu melesat melalui taman-taman luas dan
indah. Sau Mau Ping memang terkenal dengan taman dan penghijauannya.
Apabila musim panas akan tampak banyak
lansia berkeliaran di taman yang difasilitasi peralatan olah raga, toalet yang
nyaman dan bersih, bahkan ada spa dan sauna. Semuanya gratis!
“Benar-benar keren tempat ini.
Cocoknya buat kaum lansia,” gumam King, masih terengah-engah mengejar bayangan
Lee yang terus mendahuluinya.
Sesungguhnya ia nyaris berhasil
melampaui Lee di penghujung taman itu. Namun, seketika matanya melihat sosok
perempuan berbusana Muslimah dengan jilbab ungu. Perempuan itu sedang duduk di
bangku seperti melamun, seorang diri. Tatapan matanya dilayangkan ke kejauhan,
mungkin ke balik kerimbunan pohonan, mungkin juga ke batas cakrawala.
Dalam sekejap King menghentikan
gerakannya, mengawasi sosok paro baya itu dari kejauhan. King serasa pernah
melihat sosok itu, wajah yang menguar dukalara itu, tetapi ia sama sekali tak
ingat. Entah di mana?
Betapa ingin ia menghampirinya, namun
kaki-kakinya malah seolah terpacak kaku di tempatnya. Sedetik perempuan paro
baya itu menoleh ke arahnya, detik kemudian ia beragak bangkit dan berseru:
“Naaaaak! Rajaaaa!”
Namun, seorang perempuan sebayanya
telah berdiri di hadapannya. Menggaetnya, seperti setengah memaksa membawanya
pergi dari taman.
“Apa?” King merasakan tubuhnya seketika
menggigil hebat.
Matanya tak lepas dari sosok berjilbab
ungu itu. Sebagaimana perempuan itupun masih menoleh ke arahnya, memandanginya
tak lepas-lepasnya.
Oh, mengapa dia tidak berhenti saja?
Lee telah berada di sampingnya. “Ayo,
lanjutkan! Masih satu blok lagi!”
“Aku…, itu seperti kukenal,” desis
King dengan bibir menggeletar.
Lee memandanginya keheranan. Sejenak
ia pun mengikuti arah pandangan mata
King. Tetapi, ia merasa tak melihat sesuatu yang patut dicurigai. Tidak ada
sosok para geng triad, tidak ada. Ini kawasan aman!
“Ada apa, King?”
“Ehhhrrr, tidak, tidak apa-apa,”
akhirnya King menyerah dengan rasa sakit di kepala yang mendadak menyerangnya.
“Hanya kepalaku ini, kepalaku, aduh!”
Lee
menyangga tubuh di sebelahnya agar tidak ambruk.
“Waduh, mau pingsan, ya? Jangan di
sini, nanti saja di rumahku,” katanya masih mengajaknya bercanda.
Lee tidak menyangka, ternyata sosok di
sebelahnya sungguh serius mendadak ambruk!
Beberapa orang yang mengenalinya
segera memberi bantuan.
“Bawa ke klinik kami, ayo, cepaaat!”
perintah Lee.
“Iya, dokter, kami akan mengangkutnya,”
ujar seorang lelaki berperawakan tinggi kekar.
“Silakan dokter jalan duluan,” sambung
temannya yang segera sibuk, ikut menggotong tubuh anak muda yang ambruk di
taman itu.
@@@
Posting Komentar