Pipiet Senja
Anno, 2012
Pukul 08.00, rombongan yang terdiri dari: Kabul Budiono, Zulhaqqi Hafid, Anhar Ahmad, Risal Rachim, Rita Asmara dan saya, Pipiet Senja, usai sarapan dengan menu Italia di Resto Grand Victoria.
“Bagaimana, enak makannya, Teteh?” tanya Rita Asmara yang mahir berbahasa Mandarin, alumni Sastra Mandarin FISIP UI.
“Hmm, yah, disyukuri sajalah,” sahutku menahan tawa. Semua hidangan nyaris tak bisa kutelan dengan baik dan benar di lidahku yang kamsepay alias kampungan habis.
Kuli
hat dari kejauhan Anhar Ahmad dan Zulhaqqi bisa menikmati sarapannya, kedua bapak paro baya, petinggi RRI itu duduk manis sambil sesekali tersenyum sumringah ke arah kami.
Di meja sebelah tampak Kabul Budiono dan Risal Rachim sudah selesai, kemudian berdiri dan meningalkan Resto. Risal sempat mengeluhkan tentang kaca bening di kamarnya yang dikatakannya;”Masa saya harus mandi kelihatan Bos?”
Belakangan baru diketahui bahwa kami bisa menutup kaca tersebut dengan tirai yang tersembunyi di balik kaca. Kami, saya dan Rita Asmara, ketawa ngakak, menertawai kebodohan sendiri.
Coba kalau tidak diberi tahu oleh Fahrini dari RTI perihal misteri kaca bening ini. Barangkali kami masih bisa saling melihat kondisi masing-masing jika sedang mandi. Dasaaaaar, ya, sekali lagi; kamseupay!
“Lagian Mbak Rita, ngapain coba, pake ikutan daku mendadak norak? Kan Mbak Rita mah sudah pernah ke Taiwan sebelumnya. Malah keliling Eropa, hayo,” komentarku menambah rasa geli Rita Asmara.
Acara spesial VOI RRI Siaran Luar Negeri ini, kemudian membawa rombongan kami dari Grand Victoria ke gedung Kantor Dagang Ekonomi Indonesia. Sesungguhnya jaraknya sama sekali tidak jauh, jalan kaki pun bisa saja. Namun, ceritanya kan kami tamu spesial juga, jadi biarkanlah alam Taipei memanjakan. Hehe.
“Bunda, duuuuh, serasa mimpi nih bisa ketemu,” seorang gadis manis berkerudung menghampiri, langsung memelukku erat sekali.”Saya Siti Alie, Ketua FLp Taiwan.”
Reaksi Sitie Alie diikuti secara spontan oleh teman-temannya, memelukku bergantian dan terasa hangat dalam dekapan. Terharu, ya, selalu kurasakan mengharu biru hatiku, setiap kali jumpa anak-anak penulis muda berbakat yang bergabung dengan Forum Lingkar Pena di manapun berada.
Sebelum acara dibuka pun kami sudah narcis-narcisan. Saya tak bisa menolak saat mereka meminta untuk foto bareng. Ada yang maunya sendiri-sendiri sambil tertawa malu-malu. Ada juga yang maunya bareng dan heboh ketawa-ketiwi.
Setelah sambutan dari Tri Cahyo Wibowo, Presiden FORMMIT, sebagai panitia, dilanjutkan dengan sambutan dari Anhar Ahmad dan Zulhaqqi Hafiz, petinggi RRI. Kemudian Kabul Budiono presentasi tentang penyiaran berita di Radio.
Dilanjutkan dengan pembacaan cerpen dari studio VOI SLN di Jakarta. Maksudku, acara ini direlay oleh RRI dan disiarkan ke dunia internasional. Kita bisa melihatnya melalui streaming http://www.voirri.co.id
Sementara itu, di Jakarta Noura membawakan acara Bilik Sastra, menyilakan Enny Budiono membacakan karya De Litza, seorang BMI Singapura yang juga telah banyak melahirkan karya sastra. Cerpennya kali ini diberi judul Wanita Tempe.
Disambung dengan pembacaan cerpen di Taipei, langsung oleh penulisnya, Ryan Ferdian Lau. Ia membacakan cerpen berjudul Berkeliling Jual Tempe: Demi Meraih Cita-Cita.
“Jadi, judulnya sama-sama ada tempenya, ya,” komentar Kabul Budiono.
“Iya, padahal gak janjian kan dengan De Litza?” tanyaku membuat Ryan tertawa lucu.
Saya membincang karya keduanya satu persatu. Karena masih ada waktu, Kabul Budiono menyilakan dua peserta untuk membacakan cerpennya.
Ada sesi Penyerahan buku Bilik Sastra Siluet Pahlawan kepada wakil dari KDEI; Bapak Burman Rahman.
“Saya akan membacakan cerpen karya sendiri,” kata Kwek Li Na, pasti nama pena. Kebanyakan BMI Taiwan memakai nama pena beraura Taiwan banget. Lihat saja gaya Ryan Ferdian Lau, mirip Tau Ming Tse. Hehe.
Cerpennya Kwek Li Na bagus dan sudah apik, karena memang telah melalui sensor editing dan dibukukan dalam antologi cerpen solo. Disambung oleh Anna Shanchong yang menbacakan karya terpilih lomba cerpen yang diberi hadiah Depnaker Award.
Wooooow! Mahasiswa dan BMI Taiwan ternyata didukung habis dan disemangati oleh para petugas KDEI.
KDEI di Taiwan ini fungsinya seperti KBRI atau KJRI. Wakil Ketua KDEI dan staf-stafnya sangat ramah dan welcome, mudah sekali diajak diskusi. Diterima KDEI dengan santun dan menghargai, rasanya menghibur hati yang sering kali kecewa dengan sikap dan perlakuan petugas perwakilan kita di beberapa negara yang pernah saya kunjungi.
Ada sesi seru-seruannya yakni ketika foto bareng usai acara sekitar pukul 15.00, aduhai, itu anak-anak sudah narcisan habis.
Eeeeh, karena saya lagi sibuk book signing jadi ketinggalan, nah, pas lihat semuanya sudah kumpul dan siap dijepreeet, saya teriak:”Weeeei, tungguiiiin, weeeei! Kok ditinggalin siiiih!”
Semua yang sudah siap difoto seketika menoleh ke arahku dengan wajah kaget.
Semalaman sempat kupikir-pikir, mengapa yah, wajah mereka kaget begitu? Akhirnya paginya saya menyimpulkan sendiri:”Sepertinya semuanya kaget, gara-gara takut digentayangin. Hihi!”
Taipei pagi jelang siang yang damai, Oktober 2012.
Posting Komentar