Pipiet Senja
Sebelum dibantai, dianiaya dulu. Dilemparkan ke satu lubang. Masih terdengar ada suara, tetapi para pembantai terus saja menutupnya dengan tanah.
Gara-gara komentar dan kebencian, ketakutan berlebihan Empud terhadap pengungsi Rohingya. Mendadak viral berita pengungsi Rohingya.
Saya dan tim Dompet Dhuafa pernah singgah di pengungsian Rohingya, Bireun Aceh, 2017.
Kami sering ikut menangis saat menyimak nestapa mereka.
Bayangkan, mereka karena Muslim diusir, dibantai, diperkosa oleh warga Myanmar. Terutama dipimpin oleh para pemuka Budha.
Banyak kisah memilukan yang terungkap. Mereka jalan kaki melintasi bukit, gunung, sungai. Untuk menemukan perahu yang akan membawa mereka berlayar. Mencari pepengungsian.
Untuk bisa berlayar, entah ke mana, mereka
harus mengeluarkan dana puluhan juta. Selamatkah? Tidak juga. Banyak yang tewas kelaparan. Karena tidak diberi makan oleh awak kapal.
Ada yang lebih mengenaskan, mereka dilecehkan, diperkosa, jika melawan dibantai.
Kami jumpa dengan seorang dara, 13 tahun dan 15 tahun. Mereka mengaku sukses membunuh si jahanam pemerkosa. Berbulan masih berlayar dengan segala derita.
Ketika akhirnya menemukan pantai di Lhokseumawe, mereka turun dengan perut telah gendut. Tak berapa lama kemudian melahirkan. Dibantu oleh warga Aceh. Ya, hanya warga Aceh yang saat itu ikhlas dan tulus menampung mereka.
Alkisah, Aung Hlaing disebut terlibat dalam pembantaian etnis Rohingya. Ia juga dianggap memikul tanggung jawab sama dengan Suu Kyi atas genosida ke etnis Muslim itu.
Mengapa sekarang Muslim pun jadi benci pengungsi Rohingya? Bukankah mereka pun korban genosida, para pembenci Muslim?
Bersambung
Posting Komentar