Jelajah Sulawesi Utara
Usia 5 – 12 Tahun
Pipiet Senja
Ilustrasi
Keluarga
Zidan; Ayah, Bunda, Zidan dan Rolin
Ayah,
Muslim berumur 35, Konsultan IT
Bunda,
Muslimah berumur 35, Prajurit TNI/Kowal
Zidan,
anak laki-laki 11 tahun kelas 6 SD, cerdas berkacamata
Rolin,
anak laki-laki, Balita lucu, pintar, menggemaskan
Keluarga
Qania: Abi, Ummi dan Qania
Abi,
Muslim berumur 30, Musisi Nasyid
Ummi,
Muslimah berumur 30, Notaris, Fotografer
Qania, anak perempuan 9 tahun kelas 4 SD, cantik, kreatif
Jumpa kembali, Sahabat Anak Indonesia.
Kali ini Zidan, Qania dan
Rolin diajak Jelajah Sulawesi Utara.
Sulawesi
Utara terkenal dengan kekhasan dan kekayaan alamnya.
Ada banyak taman laut
seperti Taman Laut Bunaken.
Bunaken adalah Segitiga Emas
Terumbu Karang Dunia.
Terkenal
sebagai Pesona Surga Bawah Laut.
Banyak
biota laut unik dan langka.
Penyu hijau, ikan barakuda,
ikan purba raja laut, ikan pari elang.
Terumbu
karang di sini pun sangat langka.
Wisata untuk keluarga adalah
Bukit Kasih Kanongan.
Ada lima rumah ibadah di
puncak Bukit Kasih Kanonang.
“Ini simbol kerukunan ummat
beragama,” kata Ayah.
Ada pula jejak purbakala di
Kuburan Waruga.
Peninggalan zaman batu 3000
tahun lalu.
Pulau Maharo nan cantik
dengan pasir putih.
Penasaran dengan Tarsius
monyet terkecil sedunia?
Mari, kita simak Jelajah
Sulawesi Utara.
Salam Luar Biasa, Anak
Indonesia.
Pipiet Senja
1
Jumpa
kembali sahabat Anak Indonesia.
Bersama
Zidan, Qania dan Rolin sekeluarga.
Tetap
semangat dan disiplin belajar, ya.
Kali
ini Zidan, Qania dan Rolin mengajak kalian.
Jelajah
Indonesia bagian Timur.
Ilustrasi:
Zidan, Rolin dan Qania mengenakan baju tradisional Sulawesi Utara.
Latar belakang Flyer Panorama Bunaken Primadona Indonesia.
2
Pagi
itu Zidan sekeluarga tiba di Bandara Sam Ratulangi.
Penerbangannya
selama 3 jam 24 menit dengan Batik Air.
“Inilah
Bandara Internasional Sam Ratulangi,” ujar Ayah Zidan.
“Dr
Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi.
“Pahlawan
Nasional asal Minahasa.”
Ilustrasi: Zidan, Rolin dan Qania tiba di Bandara Internasional Sam Ratulangi.
3
“Selamat
datang di Kota Tinutuan,” sambut Om Remmy.
“Oom
Remmy sahabat Bunda, sesama prajurit Marinir,” jelas Bunda Zidan.
Anak-anak
menyalami Marinir yang tampan dan gagah.
“Gak
pakai seragam Marinir, ya Om Remmy,” sapa Qania.
“Tidaklah,
Oom sedang cuti, anak-anak,” sahutnya, tertawa ramah.
Ilustrasi:
Zidan, Rolin dan Qania mengerumuni Om Remmy yang gagah dengan tatapan
kagum.
4
Om
Remmy mengantar mereka ke rumahnya.
Mereka
disambut Tante Rose dan Dion, putranya.
“Kenalkan,
aku Dion, anak Papi dan Mami,” ujar anak laki-laki sebaya Rolin.
“Kenalkan
juga kami….” Rolin coba menyambutnya.
“Ini
Rolin, ini Qania dan aku Zidan,” tukas Zidan.
Ilustrasi: Rolin, Qania, Zidan dan Dion saling berkenalan.
5
Sambil menikmati
hidangan khas Manado.
Mereka
bercengkerama, berbincang.
“Ada suku apa
saja di sini, Om Remmy?” tanya Zidan.
“Ada Minahasa,
Sangir, Mongondow, Gorontalo dan Tionghoa.”
Om Remmy dengan
senang hati berbagi informasi.
Ilustrasi: Zidan, Qania dan Rolin menyimak penjelasan Om Remmy.
6
Zidan pun
penasaran dengan makanan khas Manado.
Ada Tinutuan atau Bubur Manado.
Terbuat dari beras, jagung, labu kuning, serta sayuran hijau.
Tinutuan disajikan sebagai menu sarapan.
Ada ikan asin, perkedel nike, perkedel jagung, sambal roa.
Ilustrasi: Zidan, Rolin dan Qania menikmati sarapan dengan Bubur Manado.
7
Ada pula Ayam Woku Belanga.
“Hmmm, gurihnya Woku Belanga ini.” Qania berdecap-decap.
“Ini namanya Pampis, suiran daging ikan,” ujar Tante Rose.
“Kita pakai ikan cakalang untuk Pampis,” sambungnya.
“Suka Ayam Isi Buluh ini,” komentar Zidan.
Ilustrasi: Keluarga Zidan menikmati makanan khas Manado.
8
Hari itu mereka diajak ke Taman Bunaken.
Tampak tembok karang raksasa bentuknya vertikal.
Bagian atas melengkung, koralnya warna-warni.
“Masya Allah, spot yang sangat cantik,” decak Ummi Qania.
“Ini tempat hidup para ikan cantik,” tambah Bunda Zidan.
Ilustrasi: Pemandangan Taman Bunaken nan menawan.
Tembok karang raksasa vertikal, melengkung dengan koral warna-warni.
9
Taman Laut
Bunaken perairan yang dilestarikan.
Pusat segitiga emas
terumbu karang dunia.
“Inilah situs warisan dunia UNESCO,” ujar Ayah.
“Wisata bahari sangat
dijaga ekosistemnya,” tambah Om Remmy.
“Luasnya 75.265
hektar diresmikan tahun 1991.”
Ilustrasi: Zidan, Rolin dan Qania terpesona dengan pemandangan Taman Bunaken.
10
Ummi Qania sibuk mengambil spot-spot menawan.
“Mana spot favorit di sini, Om Remmy?” tanya Qania.
“Bunaken Timur, Mandolin, Reruntuhan Kapal, Puncak Barakuda.”
Pesona bahari ini membuat siapa pun terpukau.
“Masya Allah…. Maha Indah Sang Pencipta,” gumam Zidan.
Ilustrasi: Zidan, Rolin dan Qania naik perahu semi selam berdinding kaca
11
Lelah dengan berbagai kegiatan.
Istirahat sambil menikmati santap siang.
“Selain terkenal dengan terumbu karangnya, apalagi Om?” tanya Zidan.
“Tempat spesies fauna laut unik dan langka,” kata Om Remmy.
“Ada 3000 jenis ikan, reptil, moluska, mamalia laut hidup di sini.”
Ilustrasi: Tampak keindahan bawah laut dari permukan ar saking bersih dan jernih.
12
“Apa saja spesies laut langkanya, Tante Rose?” tanya Qania.
“Penyu hijau, ikan barakuda…,” sahut Tante Rose.
“Ikan purba raja laut, ikan
pari elang, lumba-lumba,” sambung Dion.
“Woooow! Sampai hafal begitu, Kakak,” puji Rolin.
“Lumayan sering bisa jumpa mereka.” Dion mengaku.
Iustrasi: Dion memperlihatkan ikan langka kepada Zidan, Rolin dan Qania.
13
Dua malam mereka menginap di Sunset Gue.
“Namanya gue banget nih, hihi,” komentar Rolin, tertawa.
“Sunset sungguh indah. Patut disembunyikan,” kata Zidan.
“Kami tak pelit, mari nikmati bersama,” tukas Dion.
“Terima kasih, Kakak, berbagi keindahan,” ujar Qania.
Ilustrasi: Mereka menikmati suasana sunset di penginapan bernama Sunset Gue.
14
Dilanjutkan
ke Bukit Kasih Kanonang.
Lokasinya
di desa Kanonang, Minahasa,
Tepatnya 50 km sebelah selatan Manado.
Ilustrasi: Pemandangan Bukit Kasih Kanonang nan menawan.
Tampaklah
kolam belerang di kanan kiri.
Tiba di puncak
pemandangannya luar biasa indah.
“Ada lima
rumah ibadah di sini!” seru Zidan, takjub.
“Gereja
Katolik, Gereja Kristen, Kuil Budha, Masjid, Candi Hindu.”
“Bukit Kasih
Kanonang simbol kerukunan beragama.”
Ilustrasi: Pemandangan lima rumah ibadah di puncak Bukit Kasih Kanonang.
16
Mereka
kemudian diajak ke Kuburan Warga.
“Ini temuan
arkeologi masa prasejarah,” jelas Om Remmy.
“Jejak
leluhur Minahasa dari zaman batu.”
Zaman batu
sekitar 3000 tahun lalu.
Bentuk kuburannya
unik mirip miniatur rumah adat.
Ilustrasi: Zidan, Rolin, Qania dan Dion mencermati suasana Kuburan Waruga.
17
“Jenazah
dikuburkan dalam batu berongga,” kata Om Remmy.
“Posisinya
meringkuk seperti janin di kandungan.”
Zidan memperhatikan
batu berongga dari dekat.
Rolin dan
Dion menjaga jarak dari kuburan.
Sedangkan
Qania sibuk memotret sekitarnya.
Ilustrasi: Zidan serius mencermati peti batu berongga.
18
Sampailah
mereka di Taman Budaya Manado.
Lokasinya di
Jalan Maengket No.31, Manado.
“Waaaah,
besar sekali gedungnya!” decak Qania.
Di atas kolam
ada sepasang patung.
Patung
lelaki-perempuan:”Tole dan Keke Namanya.”
Ilustrasi: Gedung Kesenian Taman Budaya Manado nan megah.
19
Mereka
kemudian menikmati kuliner Manado.
“Ada Klappertaart
kesukaanku!” seru Dion kegirangan.
“Terbuat dari
apa kue ini, Dion?” tanya Qania.
“Bahan
dasarnya kelapa. Tapi ada berbagai
rasa.”
“Rasa durian,
keju, nutella dan original.”
Ilustrasi: Zidan, Qania dan Rolin menyimak penjelasan Dion tentang Klappertaart.
20
Ada cerita
rakyat Minahasa yang terkenal.
Keke Panagian
anak semata wayang.
Ia baik hati,
cantik jelita sangat disayang orang tua.
Ia melanggar
aturan orang tua.
Pergi ke
pesta rakyat sampai larut malam.
Ilustrasi: Gambar Keke Panagian, anak perempuan cantik jelita.
21
Ketika pulang
orang tua tidak mau menerimanya.
Ada tangga
terjulur dari langit.
Keke Panagian
naik tangga menuju langit.
”Maafkan,
Mama, Papa. Aku pulang ke rumah Tuhan.”
Tinggal orang
tua menangis sedih.
Ilustrasi: Keke Panagian naik tangga menuju langit.
22
“Cerita
rakyatnya sedih bangeeet,” gerutu Qania.
“Tetapi ada
hikmahnya, Qania,” sanggah Zidan.
“Agar anak tak
melanggar aturan orang tua,” ujar Dion.
“Haiiish.
Namanya anak-anak kepingin hiburan,” kata Qania.
Rolin
melerai:”Dongeng saja jadi ribut, weeew”
Ilustrasi: Rolin dengan gaya lucu, melerai yang lagi ribut urusan cerita rakyat.
23
Tante Rose mengajak mereka ke kampungnya.
“Ada pesta panen raya, lihat!” seru Dion gembira.
“Tarian Maengket tari tradisional suku Minahasa,” papar Tante Rose.
Sudah ada sejak Minahasa mengenal pertanian.
Berbagai tarian dengan gerakan sederhana
digelar.
Ilustrasi: Zidan, Rolin, Qania diajak Dion ikut
menari bersama. Semua riang gembira.
24
Kemudian ada
tarian Kabasaran.
Penampilannya
serba merah.
Segala hiasan
menghiasi leher para penari.
“Tengkorak di
leher itu, hiiiy, sereem!” bisik Rolin.
“Tarian ini
memiliki sejarah menakjubkan,” kata Tante Rose.
Ilustrasi: Mata penari melotot, wajah garang, bawa tambur dan pedang, tombak tajam.
25
“Hmmm. Puas sudah nonton tari-tarian,” cetus Zidan.
“Lapeeeer jadinya,” kata Rolin.
“Kita cari makan makanan laut, ya?” ajak Bunda Zidan.
“Setujuuuu!” sambut anak-anak sukacita.
Meluncurlah mereka ke Wisata Bahari Seafood.
Ilustrasi: Anak-anak sukacita menuju Wisata Bahari Seafood di Jalan Wolter Monginsidi.
26
Rolin terbelalak menatap kepiting besar.
“Ini namanya kepiting raksasa?” seru Rolin, takjub.
“Makannya ramai-ramai, Rolin,” kata Dion.
“Iyalah, mana sanggup makan sendiri?” sambut Qania.
“Aku, aku…. Tapi separuhnya saja, eh!” tukas Zidan.
Ilustrasi: Rolin, Dion, Qania dan Zidan heboh makan kepiting raksasa.
27
“Menunya aneka ragam, Bestie,” canda Rolin.
“Udang mentega saus tiram, cumi goreng asem, ikan cakalang….”
“Kerang hjau saus pedas, gulai ikan belimbing, lobster saus….”
“Aduuuuh, sudah jangan sebut terus!” tukas Zidan.
“Ya, mending dimakan, Bestie!” sambung Qania.
Ilustrasi: Semua makan hidangan laut dengan riang gembira.
28
Esoknya mereka diajak ke Pulau Maharo.
“Pulau yang cantik jelita!” puji Ummi Qania, takjub sekali.
“Wahai, pasir putih sepanjang mata memandang….”
“Airnya sebening kaca dan jernih….”
“Sangat alami sebab tak berpenghuni….”
Ilustrasi: Zidan dan Qania bergantian berkomentar dengan puitis.
29
“Bagaikan berada di pulau liar yang cantik,” cetus Ummi Qania.
“Lihat, ada yang syuting!” seru Bunda Zidan.
“Iya, mereka rombongan artis Korea,” jelas seorang Pemandu.
“Syuting reality show Low Of The Jungle,” sambungnya.
“Kita lihat sebentar aksi mereka, yuuuk!” ajak Zidan.
Ilustrasi: Keluarga Zidan dan Dion melihat syuting artis Korea.
Reality show Low Of The Jungle.
30
Pulau Maharo ada bukit-bukit berselimut pepohonan.
Warna hijau sejauh mata memandang.
Dipadu dengan pantai pasir putih.
Tampak kontras dengan birunya laut.
Gugusan pulau sekitarnya bagai benteng pulau ini.
Ilustrasi: Zidan, Rolin, Qania dan Dion berlarian di pantai pasir putih Pulau Maharo.
31
Taman Nasional Tangkoko di Kota Bitung.
Inilah rumah primata terkecil di dunia.
Satu jam perjalanan darat dari Manado.
“Lihat, itu ada monyet sekepalan tangan!” seru
Qania, takjub.
Tarsius seukuran tikus berekor panjang.
Ilustrasi: Anak-anak takjub melihat Tarsius. Monyet mini sebesar tikus berekor panjang.
32
“Lihat. Telinganya
terus bergerak menangkap suara.”
“Pendengaran Tarsius
lebih peka.”
“Jika dibandingkan
penglihatannya.”
“Tarsius
melompat lincah dari dahan ke dahan.”
“Ia menangkap
serangga yang menjadi makanannya.”
Ilustrasi: Anak-anak serius menyimak Pemandu tentang Tarsius.
33
“Duh, duuuuh, menggemaskan!” seru Rolin.
“Iya, itu matanya bulat, lucunya!” kata Dion.
“Kalau disorot senter matanya akan bersinar,” ujar
Zidan.
“Semua hewan di sini dilindungi Undang-Undang.”
“Pasti tahu dari YouTube,” sindir Qania.
Ilustrasi: Rolin gemas sekali melihat Tarsius.
34
“Saatnya beli oleh-oleh Manado,” ajak Bunda Zidan.
“Nah, inilah Kain Bentenan kain khas suku Minahasa,” ujar Om Remmy.
“Konon ditenun sejak abad ke-18.”
“Mau kaos gambar Bunaken sajalah,” pinta Zidan.
“Ummi, aku mau Miniatur Landmark, ikon Manado,” kata Qania.
Ilustrasi: Zidan minta kaos gambar Bunaken. Qania kepingin Miniatur Landmark.
35
“Rolin mau oleh-oleh Manado apa?” tanya Ayah.
“Aku mau ini, namanya Oli, Yah,” jawab Rolin.
Alat musik tradisional seperti suling.
Oli terbuat dari bambu.
“Aku ajari meniupnya, ya Rolin,” kata Dion.
Ilustrasi: Rolin memperhatikan serius cara Dion meniup Oli.
36
Seminggu di Sulawesi Utara.
Tiba saatnya pamitan kepada keluarga Om Remmy.
“Terima kasih sudah menemani kami keliling Manado,” ujar Ayah.
“Nanti giliran kami minta ditemani keliling Jawa,” kata Om Remmy.
“Siaaaap, Komandan!” sambut Bunda Zidan, memberi hormat prajurit.
Ilustrasi: Keluarga Om Remmy melepas keluarga Zidan di Bandara Sam Ratulangi.
Tip Jelajah Nusantara
Persiapkan kesehatan yang prima pada anak-anak.
Membekali anak dengan pengetahuan alam, pegunungan dan laut.
Selalu mengingatkan anak untuk bersyukur dan berdoa.
Mengenalkan anak dengan produksi daerah yang dikunjungi.
Mengingatkan anak agar menghormati adat, kebiasaan penduduk setempat.
Tamat
Posting Komentar