Pipiet Senja
Alkisah, pada tahun 1972 tamatlah saya dari SMP 28 Filial, Utan Kayu, Jakarta Timur. Alhamdulilah, ada keajaiban lagi. Saya pasien Thallasemia, kelainan darah bawaan seumur hidup dan wajib transfusi tiap bulan, ternyata lulus dengan nilai nilai 9, 5.
Karena saya tahu diri, ekonomi orangtua pas pasan, maka tidak pilih sekolah lanjutan ke SMA favorit.
"Daftarkan ya Pak ke SAA saja," pintaku saat ditanya Bapak.
Bapak setuju karena itu sekolah ada beasiswa. Sepupuku sudah sekolah di SAA swasta yang biayanya selangit.
Dengan penuh percaya diri dan semangat tinggi, pergilah aku ke SAA Kesad. Di sekolah jumpa dengan anaknya Marda.
"Daftar ke sini juga, Mie?" tanyaku heran sekali. Sebab kutahu peringkatnya jauh di bawahku. Kalau tak salah malah tak ada di peringkat 20.
"Dipaksa Ayah," sahutnya sambil menunduk.
Ceritanya dua hari tes masuk kemudian ada pengumuman. Aku lihat tuh anak sudah datang lebih dahulu. Bahkan tampak senyum-senyum di depan ayahnya.
Wah, lulus juga dia, hebaat, pikirku. Nah, begitu aku sudah berada di depan papan pengumuman, mendadak perasaanku sungguh sakit.l
"Gak ada namamu ya?" tanya seseorang di belakangku.
Kutengok ayah dan anak sudah berada di depan hidung. Mereka tertawa lebar. Sorot matanya entah kenapa di mataku seperti melecehkan!
"Oh, oh...." Tergagap aku dibuat.
Sambil jalan limbung otakku sungguh buntu. Mengapa bisa aku tidak lulus? Aku yakin bisa jawab semua soal dengan baik dan benar.
Belakangan beredar rumor bahwa ayah si Mie menyuap agar anaknya lulus.
Lama aku benci dengan urusan suap menyuap.
Tahun demi tahun berlalu. Akhirnya aku bukan menjadi guru, bukan pula apoteker apalagi KOWAD. Namaku berkibar di jagat literasi.
Saat ada agenda sebagai pembicara seminar literasi di RSCM. Diundang FKUI sebagai penyintas Thallasemi tertua. Seorang perempuan sebaya menghampiriku.
"Maaf, Anda kan anaknya Pak Mayor Arief, ya?"
"Iya, saya Pipiet Senja...."
"Aslinya Etty Etti Hadiwati ya kan?"
Kuangkat wajah dan menatapnya.
Sepertinya lebih tua dariku. Jadi kubilang;"Bagaimana Mbak tahu nama asliku?"
"Gak kenal saya lagi, ya? Kita dulu sekelas di SMP 28 Filial."
"Maaf.... Mbak siapa ya?
"Saya Mie Marda...."
"Oòh, apoteker hebat!"
"Gaklah, malu saya hanya pelayan nenek-nenek. Ini kantin teman saya."
Tanpa diminta dia cerita ringkas. Tidak menikah alias jomblo. Dipecat sebagai PNS, mengakunya difitnah melakukan penggelapan.
"Hebat superwoman ya Pipiet Senja, jadi...."
"Alhamdulillah, saya hanya Teroris Tukang Teror Menulis." Demikian saat meninggalkannya masih terperangah.
Catatan Cinta Lansia, 2023.
Posting Komentar