Pipiet Senja
Tembang bocahku terpaut di Sumedang Larang
Kuhabiskan pagi sampai petang bersama anak Bah Imang
Congklak, engke-engkean
Galah asin, petak umpet dan sebangsanya
Sampai tiba masanya
Digiring sosok prajurit
Diajar disiplin tentara
Mulai kecanduan baca
di ruang mungil yang disebut nenekku goah
Konon zaman baheula kandang burung garuda
Piaraan Embah Terong Peot
Kidung kanak-kanakku tertoreh di Sumedang Larang
Ngaji ke Pesanggrahan
Tak kenal panas dan hujan
Mengeja juzama sampai khatam kitabullah
Saban hari ngabring dari kawasan empang
Menyusuri jalan ke pesantren Kang Badar dan Ceu Endeh
Luka jiwaku pun terpatri di Sumedang Larang
Zaman heboh gerombolan
Bersama adik dan sepupu Disembunyikan ibuku
di kolong rumah panggung
Berjubelan dengan bebek dan ayam
Hewan yang tahu diri
sama sekali tak bising
Hingga tak menarik perhatian gerombolan pengacau
Separuh jiwaku terpeta di Sumedang Larang
Zaman keemasan palu arit
Menyaksi kakek berlumur kotoran manusia
Tiap pulang dari Masjid Agung
Seorang keluarga digantung di pohon jambe
Darah mengalir di sungai Cipicung
Ya Allahu Ya Robbana
Kini kudengar dari adikku bencana mengguncang kampung kelahiran
Gempa susul menyusul
Telah menghancurkan ratusan bangunan
Seketika berderai airmata
Teringat kebiasaan nenekku
Suka mengaitkan bencana dengan takhayul
Bahkan pernah Bupati potong kerbau sebagai penyinglar petaka
Semoga kini
segala adat kebiasaan takhayul itu sirna sudah
Sumedang Larang tegar beriman dengan nuansa agamis semata
Separuh jiwaku masih tertinggal di Sumedang Larang
Meski telah lama kutinggalkan
Terlalu banyak kenangan yang takkan terlupakan
Kini hanya bisa berdoa
Tetaplah sabar dan tawakal, Saudaraku
Jangan pernah menyerah
Yakinlah di balik ujian senantiasa ada hikmah
Anugerah Ilahi
Semesta doa untukmu Sumedang Larang
Satu hari nanti akan melacak jejak leluhur
Sampai jumpa dalam sehat sejahtera
Al Fatihah
Depok, 2 Januari 2024
Posting Komentar