Kenangan Bersama Bengkel Narasi



Kenangan bersama platform 

Http://www.bengkelnarasi.com

Saya telah posting ribuan karya dan sering menjadi Top Kontibtutor.

Entah diapakan oleh admin yang sudah prasangka buruk terhadapku.


Pipiet Senja

Scene 01 – Pagi Menjelang Siang

Ini spesial dengan sejuta rasa cinta didedikasikan untuk para sahabatku BNers yang telah membuat hari-hari menjadi tambah bergairah. Pemeran penghuni rumah indah nan kreatif, inspiratif; Bengkel Narasi.

Musik: lagu-lagu Bimbo, ciptaan Iwan Abdurahman dari kamar duo Admin; Iyan Apt serta Yadi Mulyadi dari Cimahi.

Buka Layaaaar; jreeeeng!

Pssst, ada apaan sih? Penasaran kan? Ayo, simak saja!

Hatta, Bang Kumis Sudirman, Admin dan para penulis super keren sudah siap menikmati tayangan yang satu ini.

Ketika itu, senjakala tampak memerah dadu. Ronanya yang terkesan erotis, tersebab digelinjang oleh pasukan Kolaka. Di bawah komando Bunsay Gusnawati Lukman, ditemani Islamiati, Mulyati; setiap malam, setiap jam, setiap menit, setiap detik, senantiasa.

Sehingga menyemburat ke mana-mana, semburat cinta literasi. Ia mengelus pipi mulus anak-anak PAI, membelai leher halus Azkia, Irwan Ali, berujung dalam haribaan Mulyati, Rosmawati, Nesha, Aqila, Ayu Fakhirah, Salwa, Alisa, Andi Aya, Jusnia Paseba, Kharisma, Mardiati, Wulan Handayani, Rima, Khadijah, de-el-el. List sendiri saja, yaouw!

Psssst, diam-diam ada yang asyik bergunjing. Perihal Aa Iyan mendua cintanya dari Permaisuri, oooppps! Sementara di-cut dululah, yauw!

Suasana nan damai melenakan taman asri Tapal Kuda, yang diintervensi oleh pasangan Baginda RIM dan Permaisuri, ehmmm, anonim. Tentu saja jika urusan healing-healing ke Sumedang Larang, niscaya dipandu Aa Iyan Apt. Tul gak, Gan?

Hatta Samrin Samad, Ridwan Depok, Magek Bapayuang tak pernah bersua Manini di rumah kontrakannya, sebentar lagi diusir, serius nunggak. Jangan bilang-bilang, yaaaa!

Kabar-kabarinya Manini sibuk bernegosiasi dengan sahabat perjuangan, perihal muktamar cintanya Ghinda Aprilia, eeeh! Maklum, keduanya sama-sama mukim di luar negeri, jadi sulit sekali jika tak segera memproklamasikan cinta sejoli.

Namun, entahlah hasil analisa Pak Dosen Sudirman, Suharman Musa, Andi Akbar Herman serta Bunsay Andi Satia; tentang satu hal ini. Patut dipertanyakan kepada murid-muridnya. Siapa tuh, hayo, ngakuuuu?!

Meskipun selalu dikompori oleh yang sangat konsen dengan budaya karuhun buyutnya, serta penuh dedikasi dengan peradaban, serta ditabuh gendang perang (cintanya, ed) oleh pasukan Timor Leste. 

Belum lama manggung, tetapi langsung mburudul menyengat, membuming nian. Bikin pasukan BNer NKRI seketika tiarap, terlempar, entah menyingkir atau sengaja memberi kesempatan, eeeh!

Sementara Sumardi, Andrian Nur Prabawa diam-diam memantau segala peristiwa, terutama lakon cinta kita di istana Bagindang melalui videocall. Tentu saja dengan laptopnya masing-masing. (Emang laptop Tukul, yeeey!)

Ketenangan nan indah itu tentu saja berkat kerja keras anak muda dari Yaman, Sang Imam El Rashied yang senantiasa menggebah masyarakat sekitarnya agar beternak rindu. Mahasiswa Yaman ini bergeming dari prinsip hidupnya, visi dan misinya sudahlah sangat jelas. Semangat juangnya, walaupun selalu diobok-obok oleh gerombolan separatis patah hati, ditolak cinta lantas kepingin harakiri. Alamak! 

Tiba-tiba kedamaian nan asri itu diguncang oleh teriakan-teriakan heboh dari klinik cintanya . Semua yang sedang berkumpul di markas Ketum Partai Tarik Yaluk, Azwar Siregar pun mendadak terguncang. 

Sepasang mata lansia Pipiet Senja alias Manini melotot hebat. Bahkan purnawirawan Jenderal GN nyaris membekaskan seluruh isi senapannya!

Sepertinya semua yang hadir sepakat mengira telah terjadi pelecehan seks oleh Seseakun terhadap pasiennya. Nyambung gak, ya, nih, mulai kacow kayaknya, hihi. Sabodo teuing, ah, lanjuuut sajah bleh!

“Ada apakah gerangan, wahai dunia?” Aldo JLM bertanya dalam gaya penyairnya.

Di sebelahnya ternyata ada Devinarti Sexias, Elvira Pereira Ximenes entah sedang apa mereka kemudian bertigaan di pojokan sana. (Prikititiwiiiiw.dot.com)

Muhammad Sadar yang sedang asyik nyufi, dakwah healing, meloncat keluar kobongnya dan berseru: “Apakah filosofiku, dakwahku selama ini sudah tak mempan lagikah gerangan, demi perdamaian, wahai dunia?”

Entah mengapa, dia jadi latah berpetatah-petitih dalam bijak bestarinya. Mungkin kepingin mengekor yang senantiasa gaduh dengan Polhukam-nya. (Damai, peace!)

Haekal Siregar pun ikut melongok dan berkata sepenuh kharismatik dan romantiknya: ”Duhai, duhai, dunia…. dipatil lele! Aku di sana, aku di sini, siap berbagi butir-butir ekstasi cinta, sehingga terjadi tsunami asmara nan menggelora…. Bla, bla, bla!”

Uhuuuuy, ini baru prikititiwiiiiw guedeee buangeettt!

“Yo olooooh…. Dunia-dunia meregehese nih! Keburu perang duluan, jiaaah, tuh yang pada nanya ngapa lemot aming?” seru Bang Ridwan dengan gaya Betawi-Depok.

Berkata demikian ada makhluk yang doyan ngumpet di gambar bocah ngegemesin itu, ternyata, oh, ternyata sodara. Dia sambil mendorong-dorong sebangsa; genderewo, kuntilanak, jurig iprit jejadian memasuki klinik cinta tetanggaan dengan Manini.

“Maniniiiii! Buruan dong nih genderewo gw jerit jengker mulu, gigi-giginya gerowooook!” jerit si Butet mengawang ke seantero negeri ngocol, kocaknya.

Karuan saja Ghinda Aprilia  di Hongkong sampai nyureng-nyureng. “Woooi, Nengteeeet, apa urusanku sama gigi genderewo? Ini klinik cinta, tauuuk!”

“Aku di sini, aku menanti,” sayup-sayup terdengar senandung Nengsay Andi Satia. “Akulah pakar cinta, asli loooh!” Dia tak tahu, kalau di sebelahnya ada orang yang sedang gering, teriak heboh sakit gusi, Iyan Apt.

“Yang sakiiiit, sini ajaaaaa! Gratis loooh!” seru Mulyati  tampak tak mau kalah oleh rekan sejawatnya.

“Jangaaan! Gak zaman deh, aaargh, pecaya obat melulu. Sini, mendingan juga pake alternatif, kita cermati auranya dulu, okeee!” Yadi, entah mengapa tiba-tiba panas hatinya.

Mungkin gara-gara gemas lihat Kang Iyan yang begitu enerjik menggoreskan pena birunya dalam inspiratif era globalisasi.

Yusriani Nuruse  pun sama tak sudi dikalahkan para pakar cantik nan betina itu, oppps!

“Tenang-tenang, saudara-saudaraku setanah air. Nanti juga pada kebagian pasti aku cermati aura kalian. Rezim saja sudah kucermati, apalagi kalian yang deketan begini. Gratiiiiis, Maaaang!” demikian Bunsay satu ini, mempromosikan kebolehannya.

Astia Hilmi , Enno, Je Osland, diam-diam melotot jengah, mengintip dengan lima jari dibuka lebar-lebar.

Sedangkan H. Tammasse Balla mulai gundah-gulana melihat kekacauan di sekitar istana Bagindang. Maka, tergesa-gesa ia menjambret tangan Abah Gugun, sekadar melongok Syarifah, Astiningsih. 

Tampak mereka sedang asyik ngobrol bersama Besse Risma, Subhan Riyadi, Samrin Samad, Kasman McTutu dan Sabrie Mustamin. Banyak lagi sih, nanti list sendiri saja. Xixi.

“Buruan ngaciiiiiir!” ajak Yadi dengan semangat menggembosi, tak ubahnya tingkah si Ruhut di Pansus Century. Gw mendadak ingat masa lalu, heuheuy deuh!

Andri pun tak tahu jika di sampingnya ada Andi Risna dan Daeng Pole. Konon lagi kelimpungan cari-cari urusan seputar Oligarki rezim.

“Mendingan ikutan dakuuuuuw!” seru dan Gusnawati kompak dengan Yusriani.

“Ya. Kita sekalian hadang gerombolan cinta tanah air di Timor Timur sana,”ayoook!” Kompak lagi duo Bunsay cantik.

“Jangaaaan!” sergah Iyan Apt dari balik gunung Tampomas, Sumedang. 

Suaranya yang menggantung itu karuan bikin semua penghuni BN gemas. “Jangan apaaaa…, Aa?!”

“Jangan pernah ada yang berani bergerak di sini, ya! Kalau tidak….” Kembali suaranya mengambang.

“Yaaa?” tanya mereka penasaran sekali dengan suara bariton Bang Kumis, eeeeh,Pak Dosen. 

Maka, diam-diam dan malu-malu nian, Bang RIM pun meluangkan nongol dalam kebisuan nan mistis. Yup! Nongol dikiiiiit, terus ngebelebes lagi deh, aaarrrggghhh!

Tahu apa maksud, nanti kita tanya saja kepada Bunsay Gusnawati, ocreeh, lanjuuuut!

“Kalau tidak, semuanya akan kubebesin di dunia 3D Animasi! Awaaaas!” ancam Seseakun, kali ini sungguh tak main-main. “Penyet-penyet deh situ lu pada!” lanjutnya jadi latah betawian ala warga AB.

“Ikuuuuuut!” yang selalu kompak, bereaksi keras. Duo makhluk manis ini tak pernah sudi kalah dengan dara lainnya, saling berebut kalau mampir di rumah mewah 

“Manini. Deuh, geer deh gw!” komentar si Butet, diiyakan anaknya Qania yang suka bikin kover platform Manini.

Seseakun mengkeret ketakutan gara-gara telanjur mejeng judul bombastis. Lemah-lembut segera dibujuk oleh Manini dengan dukungan Bunsay Gusnawati. Didukung pula oleh pasukan Kolaka, Sopeng dan Makassar.

“Ikut ke mana?” tanya Wanti si pendatang baru. “Gimana kalau ke Karimunjawa saja, ocreeeh meeen?” ajaknya pula dengan gayanya yang khas.

“Opss, jangan ribut, entar jadi ribet,” bisik mentornya, Manini.

“Buruan ikutan!” serunya mendadak nyaris gelosotan dan jerit jengker.

“Aa Iyaaaan, ke mana sajakah gerangan dikau?” Seketika muncul Manini, terdengar memelas sekali dalam rindu dendam tak berkesudahnya.

“Woooaaa…. Mingkin lalemooot sajah!” jerit si Butet, nyaris histeris sambil menendang kuntilanak di sebelahnya. Ngheeekkkk, broooottt!

Ardiyos Magek Bapayuang  yang terkenal bijak bestari. Akhirnya tampil gagah, mengangkut genderang perangnya dan berteriak-teriak berang: “Ini dunia sudah akan perang! Mengapa masih juga perempuan bercerita cinta-cintaan, nostalgilaan zaman dahoeloe kala? Kalau mau perang, ya, perangi sajalah itu BuzeRP. Brat-breeet, braaat-breeet saja; hajar bleeeh!”

Bagindang dan Permaisuri yang baru pulang dari tugas mulia, yakni sidak ke seantero Negeri Ngotjolaria, saling pandang dalam kebisuan yang melenakan. Si Butet cuma bisa mengelus dada, iri juga melihat kemesraan mereka.

Ketika semua mata memandang ke arah mereka, dalam hati Bang RIM, bergumam: “Makhluk-makhluk di negeriku ini sungguh ajaib-ajaib. Sepertinya sudah tiba saatnya resufle Kabinet….”

Iyan Apt ajaibnya bisa mendengar suara hati Bagindang RIM, kontan bereaksi keras: “Jangaaaaan!”

“Jangan apaaaaa?” kompak semua penghuni istana Bagindang berseru, penasaran sekali. 

“Demi Tuhan, Bagindang, Kekasihku, Cintaku, Buah Hatiku, Segenap Matahari Langitku… (Wooow!) Jangan ada perang, jangan ada dusta di antara kita!” jawab Iyan, tersipu malu. “Daku ini, meskipun dikau telah menduakan cinta dengan lain hati, tetapi masihlah cinta setengah mati sama dikau, Bang, xixixi….”

“Yup! Mendingan juga pergiat bercintaan! Segini musim hujan, tarariis kieu teh, nya Manini?” himbau Ghinda, kumat penyakit kangen kampung halamannya. Di sebelahnya si Manini manggut-manggut saja kayak burung pelatuk sakit gigi. Uhuuuuy!

Dalam silang sengkarut kata itulah, sekonyong-konyong dari kejauhan terdengar bunyi; buuuuum!

Lanjutkeeen tak yaaa Sodara?

Note: Foto diambil di HK saat dibawa jalan oleh Wong Mbatak

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama