Pipiet Senja
Mea, aku mengenalmu dari putriku yang sobatan lebih dahulu denganmu.
Tahu-tahu aku kenalan dengan mamimu, Iesje Martini di grup perjuangan Barisan Emak Emak Militan Indonesia. BEMI, demikian ngetopnya. Ini menjelang Pilpres 2014 an.
Semakin akrab bahkan kemudian menjalin persahabatan erat. Kami sering jumpa saat ada yang mengajak aksi anti Ngahok.
Semakin sering jumpa pula sejak Aksi 212. Sebab mamimu ikut pengajian UBN, aku pun demikian, pasca 212.
Kemudian aku yang sudah aktif sebagai Mentor di Mahad Askar Kauny, melihat para santri butuh diajari bahasa Inggris. Aku pun teringat Iesje Martini, piawai bahasa Inggris dan pernah lama mukim di Amrik.
"Mau, mau banget, Teteh," sambutnya dengan mata berbinar.
Sejak itulah mamimu mengajar bahasa Inggris di Mahad Askar Kauny Cibinong.
Kami sekamar dan tentu saja sering curhatan. Adakalanya kami tertawa bersama. Tak jarang juga kami termenung, melamun di teras kamar.
Sama senasib, anak-anak sudah mandiri dan kami duo nenek memilih mandiri, tak merepotkan anak. Silih berganti kami saling mengantar ke Klinik atau terapi.
Nah, dari mamimu banyak kudengar tentang kisahmu. Aku mengenalmu sejak diundang FLP ke Batam dan Singapore, 2006.
Kukenal keluargamu dulu dan anak-anak saat kalian tinggal di Singapore.
Kemudian tahun demi tahun berlalu, sejak kepergian mamimu ke alam keabadian. Komunikasi kita terputus. Namun, sesekali kutengok statusmu di FB.
Ternyata tak jauh beda dengan kondisiku. Kita punya cacat genetik, bawaan dari lahir....Eeeh, maksudku kondisiku. Sedangkan dirimu kena autoimun.
Kenanganku dan mamimu niscaya masih terpeta di memori Lansiaku. Suatu saat akan kuabadikan pula di memoarku, rencananya cetak edisi revisi. Menanti sponsor baik hati dan berdedikasi terhadap Literasi Indonesia.
Baiklah, Mea, kudoakan engkau sudah damai dan bisa jumpa kembali dengan mamimu.
Selamat Jalan, Mea, putri sahabatku; Iesje Martini. Asal dari Sang Pencipta, kembali kepada-Nya. Semoga husnul khotimah.
Al Fatihah.
RSUI, 19 Juli 2024
Posting Komentar