Meraih Kemerdekaan dari Dukalara





Pipiet Senja 

Pernahkah Anda merasa sangat kesepian? Dunia bak henti berputar untuk kita. Menjadi orang tak berguna. Bahkan udara bagai mendadak asing, senyap dan suwung.

Ya, hidup dalam kesenyapan!

Saya pernah mengalami fase ini pasca gugat cerai; nomaden, numpang di satu masjid ke masjid lainnya, pesantren ke pesantren.

Malam likuran Ramadhan, jumpa sahabat di Masjid TMII, Masjid yang digagas oleh Tien Suharto.

Kondisinya lebih parah dariku; 3 anak tak mau menerimanya, tak punya pekerjaan, jantung bocor....

Sementara saat itu aku tetap punya pekerjaan sebagai penulis. Dapat honor bulanan dari Mahad Askar Kauny.

Sehari sebelum Lebaran dia dijemput Malaikat Maut di UGD, dipulasara oleh emak-emak taklim.

Tergetar batinku, menyadari aku masih punya anak cucu.

Maka aku pulang ke rumah putriku yang mengira selama itu emaknya bersama abangnya. Sebaliknya sulungku mengira emaknya ada di rumah adiknya.

Apakah ini efek membaca postingan tentang kesuwungan?

Alhamdulillah, tidak apa. Jadi lebih bersysukur usai baca postingan Anda.

Sejak itulah, 2012, saya merasa telah menerima kondisi apapun yang digelar Tuhan dalam keseharianku.

Merdeka dari dukalara.

Merdeka dari rasa nyeri di sekujur tubuh.

Merdeka dari ketakutan.

Alhamdulillah....

Depok, 7 Agustus 2024




Note: Kover buku karya bersama perawat, dokter dan penyintas Thallasemia.

Perjuangan kami dalam meraih hidup berbahagia, meskipun wajib transfusi darah seumur hidup.

Nanti saya posting epilognya.

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama