Sudi
Al Fakir Ternyata Seorang Penyair
Anno, 2009
Ketika itu saya terbaring tak berdaya di ranjang RSCM,
menjelang operasi splenomegaly-pengangkatan limpa dan kolesistektomi-kantung
empedu. Konon antara lain sebagai dampak sering transfusi sebagai penyintas
Thallasaemia, kelainan darah bawaan. Sejak umur 10 tahun secara berkala
diharuskan transfusi darah. Alhasil, penumpukan ferritin-zat besi ada di
mana-mana.
Meskipun ada Askes saat itu, tetap saja banyak obat
dan cek laborat, MRI yang tidak terkover. Ada sahabat orang baik yang
memposting kondisi saya di medsos, FB, disertai pengantar yang menggedor
kemanusiaan. Ternyata luar biasa efeknya, banyak hati dan kemanusiaan pembaca
yang tergerak untuk membantu saya.
Nah, di antara mereka yang berhati mulia itu ada
sebuah nama yang hanya saya kenal melalui FB. Tak lain dan tak bukan adalah
Bapak H. Nana Sudiana alias Sudi Al Fakir. Saya takkan lupa, permintaan nomer
teleponnya melalui kolom komentar status sahabat orang baik tersebut.
Hari itu muncul pesan melalui SMS ponsel jadul saya,
kurang lebih sbb:
“Assalamualaikum Wr. Wb, bagaimana kabarnya, Teteh?
Saya baca status sahabat orang baik, Teteh lagi sakit. Mohon maaf, bolehkah
saya minta nomer rekeningnya?”
Saya balas pesannya juga melalui SMS, menyertakan
nomer rekening. Dalam hitungan menit kemudian, ada SMS-nya kembali.
“Semoga meringankan beban Teteh, ya. Segera sehat dan
tetap berkarya. Saya suka dengan karya-karya Teteh. Wassalamu alaikum wr wb.”
Ketika dicek oleh putriku, masya Allah, luar biasa!
“Alhamdulillah, Mama, ini banyak sekali. Subhanallah….
Dari siapa ini, Ma? Kenal di mana?” cecarnya sambil memberikan resi.
Kulihat saldo yang asalnya tinggal puluhan ribu telah
berubah enam digit. Karuan mataku mendadak hijau.
“Siapa, Ma? Sastrawan, seniman mana yang murah hati,
konglo begini?” cecar Butet, penasaran sekali tampaknya. “Pernah nengok ke sini?”
“Bukan sastrawan, belum pernah ketemu juga. Hanya
kenal melalui FB,” sahutku polos.
Butet menjelajah FB dan mencermati akun atas nama
Sudiana Nana.
“Wah, seorang Komisaris Takaful, Ma. Pantaslah berhati
mulia. Ini sih serius Uwa Butetlah. Sampaikan salam Butet. Terima kasih banyak,
begitu Mama….”
Bukan sekali itu saja berbagi rezekinya, sering kali,
hingga tak terhitung lagi. Sudah seperti keluarga sendiri saja. Saya merasa
memiliki seorang kakak yang penyayang dan baik hati. Meskipun baru jumpa sekali
di kantor penerbit Zikrul Hakim, tempat saya bekerja di Rawamangun.
Anno, 2024
Beberapa waktu yang lalu, saya mengajaknya agar
membuat buku memoar. Uwa Butet ini selalu menolak dengan alasan yang sama: “Ah,
siapalah saya ini, Teteh. Tak ada yang pantas dibukukan….”
Luar biasa, bersahaja dan rendah hatinya, patutlah
memakai nama pena Sudi Al Fakir.
“Puisi-puisinya indah, bagus sekali dan mencerahkan,
Uwa. Ayo, kita terbitkan sebagai buku. Warisan karya sastra untuk anak cucu,” ajak
saya di kolom komentar salah satu postingan puisinya.
Agaknya tergerak juga hati dan terutama semangat untuk
mewariskan puisi kepada anak cucu, keluarga besarnya. Tak berapa lama kemudian
puisinya langsung mburudul diposting dan di-tag ke saya melalui akun FB.
Semangat kreativitasnya ternyata luar biasa!
Proses pembuatan buku ini termasuk relatif singkat.
Hanya dua pekan saja. Tiap saat melalui WA kami bertukar pendapat, diskusi dan
saling revisi.
“Mengapa puisinya hanya 37, Uwa?” tanya saya suatu
saat.
“Milad saya sebentar lagi ke-73. Karena terlalu banyak
kalau puisinya 73, ya sudah dibalik saja jadi 37,” balasnya melalui WA juga.
“Woooow, keren dan sangat kreatif,” puji saya.
Ini ada salam sayangnya Butet: “Uwa Haji Nana Sudiana
yang belum pernah saya jumpa, tetapi sudah bagaikan keluarga sendiri. Terima
kasih atas semua kemuliaan hati Uwa kepada Mama. Sungguh sangat membantu,
terutama saat menjelang operasi limpa dan kandung empedunya, 2009. Keuangan
kami lagi morat-marit, pabaliut untuk biaya kuliah saya. Hanya Allah Swt
yang bisa membalas budi baik Uwa. Oya, tak menyangka ternyata Uwa seorang
penyair pula. Puisi-puisi Uwa kereeen banget. Butet suka, serius sukaaa. Sehat-sehat
dan panjang umur, ya Uwaku yang disayang Gusti Allah. Al Fatihah.” Zhizhi
Siregar, Alumni S2 FHUI.
Kini saya menyadari ternyata Uwa Butet ini, Nana
Sudiana alias Sudi Al Fakir adalah seorang penyair. Siapa mengira? Bahwa sosok
yang selama itu bergelut di bidang perasuransian, dari Direktur hingga
Komisaris Lembaga asuransi Nasional ini, ternyata memiliki bakat luar biasa
sebagai seorang penyair.
Usah berpanjang kata-kata lagi selain mengajak sahabat
literasi, untuk mencermati dan mengambil hikmah dari buku berjudul; Asaku Dalam
Semesta Doa ini. Karya yang indah dan berkah, sebagai hasil perenungan dan doa seorang insan
ciptaan-Nya. Selamat Milad ke-73, pada 11 Agustus, wahai Penyair Sudi Al Fakir.
Panjang umur, sehat dan sejahtera, berbahagia serta berlimpah keberkahan-Nya
senantiasa. (Pipiet Senja, 11 Agustus 2024)
Posting Komentar