Kelakuan Gipal: Jangan Ditiru, Bestie





Pipiet Senja  

Kalau diingat-ingat lagi, sepertinya sepanjang perjalanan hayatku banyak nian peristiwa luka. Namun, ternyata banyak juga kejadian geli geli sedap, Sodara. 

Mulai dari penyakit bawaan, punya suami aneh nyeleneh skizoprenia akut, sering di KDRT, cerai sampai kini menjadi bulan bulanan Cebi.

Umur 17, dinyatakan tak ada harapan hidup dengan seabreg komplikasi. Sempat sekarat pula, in coma bahasa medisnya selama 21 hari.

Sekarat kedua saat akan melahirkan anak pertama. Pilih anak atau ibunya. Tiga kali keguguran, akhirnya Allah Swt menganugerahiku dua anak.

Umur 36 dinyatakan sudah menopause, kemudian gigi depan rontok alias ompong akibat dianiaya. Korban KDRT ceritanya, Sodara. 

Sejak itulah aku terpaksa mau tak mau harus langganan dokter gigi, berujung harus pakai gigi palsu. Bayangkan, sudah ompong saat umur 37!

Demi kenyamanan dan terutama agar bisa mengunyah, terpaksa pakai Gipal alias gigi palsu.

Adapun riwayat Gipal ini ngeri-ngeri sedap pula, bah! 

Satu kali Gipal kurasakan bikin ulah.

Ketika itu aku pasca dioperasi besar. Limpa dan kandung empedu wajib diangkat. Efek seumur hidup transfusi karena Thallassaemia. Sekarat juga ceritanya sampai lima hari. 

Begitu sadar hal pertama yang kuingat adalah Gipal.

Maksudku sebelum ingat kembali anak dan cucu.

Seingatku saat baru eling itu, Gipal lupa kucopot. Mendadak otakku yang masih belum jejeg itu, berprasangka. Anakku si Butet bilang, itu halusinasi sebagai dampak dikasih morfin pereda sakit dahsyat.

Jangan-jangan Gipal loncat dan nyangkut di tenggorokan, pikirku saat itu.

Buktinya terasa ada yang ganjal dan menyakitkan di tenggorokanku.

Aku berjuang segenap kekuatan yang kumiliki pasca in coma. Ada semesta kisah saat-saat sekarat begini. Sudah aku bukukan pula dengan judul, Dunia Tanpa Airmata, duet dengan putriku.

“Dokter weeerrrr, susteeer, wheeer. Tolong ambil gigi palsu di tenggorokku, wheeer!”

Perasaan sih sudah teriak-teriak histeris. Bukannya cepat dibantu, eh, mereka seperti tak peduli.

Lah iyalah, wong suaraku tenggelam di kerongkonganku sendiri alias hanya gumam.

Anakku datang menenangkan emaknya yang pasti tampak bagai Camat, Calon Mayat. Anakku paham bahwa emaknya sudah eling.

Paham pula kalau emaknya merisaukan Gipal.

Kemudian dia konfirmasi kepada dokter yang mengoperasiku.

Ternyata si Gipal sudah dicopot emaknya sendiri dan dititip ke dokter.

Ternyata, oh, ternyata yang terasa mengganjal itu, karena dipasang alat sonde. Ampuunlah.

Baik, kita lanjut!

Satu kali lagi, urusan Gipal, aku sedang jadi pembicara di Nanyang University, Singapore. Kejadiannya sekitar tahun 2012. 

Ditemani si Butet yang sudah ikutan jadi penulis. Bahkan meraih penghargaan untuk buku cerita anak-anak karyanya. Diterjemahkan ke 5 bahasa;  Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan Mandarin.

Ketika sedang semangat-semangatnya meneror menulis, di hadapan sekitar 500 peserta Seminar Literasi. Eh, ndilalah, mendadak si Gipal bertingkah.

Prooot!

Ampuuun, copot sendiri dan malangnya pula, si Gipal langsung jatuh ke ubin dekat kakiku.

Innalilahi, Gipal, Gipal, gila banget lu, Gi, gerutuku dalam hati.

Aku berlagak batuk sambil kuserahkan mike kepada putriku. 

Agar menyambungnya. Oya, tahun-tahun itu kami berdua sering duet sebagai pembicara. Diundang ke berbagai pesantren dan SMA.

Nah, ketika itu sebenarnya aku lagi cari mantu, seriuuus. Sama seperti saat ini.

Eh, kembali ke laptop. 

Sementara aku menunduk diam-diam mencomot si Gipal kesayangan. 

Huuups, selamat, selamat. Cmiiiw.

Aku segera menutup mulut dan memasang Gipal di tempatnya semula. 

“Diamlah kau di tempatmu, ya Gi. Awas saja kalau gak nurut, gw gentayangin loh!” omelku masih dalam hati.

Sampai aku tulis catatan ini sepertinya tak ada peserta yang tahu, urusan Gipal nakal. Kecuali baca bukuku berjudul Orang Bilang Aku Teroris.

Sebenarnya banyak riwayat geli geli gelo urusan si Gipal ini.

Mau dengar dongengku sebelum bobo?

Ini belum lama kejadiannya, beberapa jam silam.

Sepulang acara Rocky Gerung di Rumah Aspirasi. Saat mau makan rebusan ubi, aku copot si Gipal. Kemudian kumasukkan ke tas setelah dibungkus dengan tisue.

Ketika sampai rumah, kulihat ada semut kecil di tas. Jadi kubongkar, kubuang semua yang kuanggap pengundang semut-semut nakal.

Dasar sudah Manini, ternyata termasuk si Gipal terbang entah di mana.

Padahal harganya mahal untuk ukuran sakuku.

Euleuh, kacida teuing meuni tega tah si Gipal nya!

Sejak itu Manini ompong di bagian gigi depan bawah. Mau beli lagi danaku limit, harus fokus berobat jantung, dan saat ngedrakuli pun telah tiba.

Sedih sekali rasanya. Sebab cucuku Zidan, sepertinya takut lihat neneknya ompong. Buktinya, kalau video call, Zidan akan menutup mukanya. Serius bocah itu ogah lihat Manini. Duh, serius nian, kepingin mewek gw euy! 

Tapi aku kan konon perempuan hebat, tangguh. Jadi gengsi dong kalau mewek depan cucu. Oooh, najong trilili!

Jualan buku online dan hasilnya kutabung. Akhirnya dana cukup kali buat gigi palsu baru.

Setelah 6 pekan, Gipal baru pun terpasang tiga biji dengan eloknya. Hihi. Gak kuku kalau beli semua. Pheeew!

Bayangkan, Mak, keluar dari kios Tukang Gigi, kerjaku ketawa saja sampai terasa garing nih bibir. 

Sorenya aku ke Blessing, mau beli charger Laptop yang hilang entah di mana. Mungkin ketinggalan di pesantren terakhir tempatku meneror santri menulis. Mungkin juga dipinjam siapalah, dan lupa mengembalikannya.

Saat menanti Simbak melayaniku itulah, ada suami-istri yang mencermatiku dengan tatapan aneh. Heran kali ada nenek-nenek beli tinta printer dan beberapa keperluan buat menulis.

Simbak yang sudah kenal dekat denganku seketika bilang,”Ibu ini seorang Sastrawati. Bukunya sudah ratusan. Nama penanya Pipiet Senja.”

Wah, pasustri heboh mendadak. Minta selfie segala. Jepreeet! Jepreeet!

Merasa sudah pakai Gipal, aku pun iseng pamer. Ketawa terus saat selfie. Ketularan si Nganupret kemeja putih kayaknya gw, Kuy?

Ketika sudah naik Gojek, tiba-tiba baru nyadar, wooow!

Kok gw ompong yeee?

Ya ampuuun, baru ingat lagi. Sebelumnya si Gipal dicopot. Kemudian ditaro di atas meja kerja.

Seeet dah, kelakuan Manini. Harap jangan ditiru, ya anak anak.

Kalau masih diizinkan Gusti Allah menulis, insya Allah akan disambung. Ketawa itu sehat, Kuy!

(Repost: Jakarta, 12 Januari 2019)

@@@

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama