Pipiet Senja
Jelang Malam Natal, pulang dari fisioterapi. Capek, buka YouTube. Ada lagu kenangan 70-an.
Eh, ndilalah.... Mendadak terkenang cinta monyet, kelas satu SMA.
Gara-gara kudengar lagu Pance Poondag.
Suatu senja di Ibukota.
Alkisah aku tak sengaja berdiri di depan Katedral.
Di seberang dia berdiri di depan Istiqlal
Anak muda ganteng itu menatapku lurus-lurus. Membuat jantungku seketika degdegplaaaz.
Agaknya dia mengira aku baru selesai ibadah di Katedral.
Sebaliknya aku mengira dia ikhwan, eeeh, dulu belum ada istilah begitu.
Ini tahun 1973, Bestie.
Entah bagaimana, lupa-lupa ingat. Tahu-tahu kami kenalan, sesama sekolah di SMA karyawan, Inmindam.
Beberapa kali jalan bareng dengan bus Pelita Mas Jaya. Sampai suatu saat ngobrol, karena sebangku di bus.
"Eh, kamu sekolah Minggu di Katedral?" tanyanya.
"Nggak.... Kamu suka ngaji di Istiqlal, ya?" balik aku bertanya.
"Nggaklah," sahutnya tegas."Aku sebenarnya calon...."
Pokoknya putus deh!
Bertahun-tahun kemudian.
Soni ....apalah, suatu saat kulihat khutbah di acara TVRI sebagai Pastor.
Aku sudah jadi penulis populer di berbagai media.
Ada email masuk. Kubaca dari Pastor Soni apalah.
"Selamat ya. Aku lihat Anda teriak-teriak lantang di Mobil Komando FPI. Reuni 212, ya...."
Heuheuy deuh.... Dunia sempat terbalik.
Adikku menukas lakonku:"Teteh dulu banyak kabogohna!"
"Psssst!
Jadi kan umur 19-an Pipiet Senja sudah beken. Banyak honor. Tah anu karasep teh sok ditraktir ku Teteh. Jadi weh mereka sok ngicliiiiik...."
Begitu ceritaku di grup keluarga. Agar tidak mendadak salah paham.
Taya nu percayaeun Teteh punya kelainan darah bawaan, cacat genetik.
Gagah-gagah
saja, terutama jika sudah ngedrakuli dan hendak ambil honor.
Cag, ah!
Gara-gara dengerin lagu ini nih. Pance Poondag
Posting Komentar