Penulis: Resa Eka Ayu Sartika
Penyintas talasemia dan olahraga sering dianggap dua hal yang sulit disatukan. Bahkan, banyak mitos yang menyebut bahwa penyintas talasemia mayor tak bisa berolahraga seperti kebanyakan orang.
Alasannya adalah penyintas mudah merasakan kelelahan. Namun, mitos ini dibantah langsung oleh salah satu penyintas talasemia mayor dari Indonesia, Fadel Noorandi.
Fadel membuktikan mitos tersebut tidak benar dengan finish dalam ajang Singapore Marathon 2024.
Pria berusia 31 tahun itu adalah penyintas talasemia mayor sejak usia 8 bulan.
Dalam kesempatan ini, Fadel bukan hanya mematahkan mitos tentang penyintas talasemia yang tidak bisa melakukan olahraga berat tapi juga berusaha meningkatkan kesadaran tentang penyakit tersebut.
"Talasemia adalah lebih dari sekadar kondisi medis; ini adalah sebuah perjalanan yang penuh dengan makna suka duka, lika liku seperti rollercoaster," kata Fadel.
"Tantangan yang memengaruhi kehidupan jutaan orang di seluruh dunia, namun sering kali kurang dipahami oleh masyarakat," imbuhnya.
Berkolaborasi dengan dokter Dalam menjalani ajang marathon ini, Fadel tidak melakukannya tanpa pertimbangan. Dia berkonsultasi dengan sejumlah dokter sebelum memutuskan mengikuti marathon. Apalagi, Fadel tidak hanya mengidap talasemia tapi juga diabetes, post traumatic stress disorder (PTSD), dan penyakit jantung.
Prof. Dr. dr. Pustika Amalia, Sp.A (K), Dr. dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, FACP, dr. Anna Mira Lubis, Sp.PD-KHOM dan juga Dr. Ludi Dhyani Rahmartani Sp.A(K) adalah nama-nama dokter yang memantau kondisi Fadel dalam mempersiapkan ajang marathon ini. Selain itu, Fadel juga berkolaborasi dengan dr. Diko Anugrah Ramadhan, Sp.A sebagai partner larinya di ajang Singapore Marathon 2024.
"Sebuah bukti nyata bahwa dokter dan penyintas (talasemia) bisa mengikuti event lari bersama," ujar Fadel. Fadel jadi vampir yang rajin olahraga Sebagai penyintas talasemia mayor, Fadel punya julukan sebagai "vampir". Pasalnya, pria ini harus rutin melakukan transfusi darah untuk menopang kehidupannya.
"Perjuangan melawan penyakit ini harus terus dilanjutkan, tanpa menyerah pada keterbatasan dan support system dari keluarga dan sahabat-sahabat di sekeliling yang membuat selalu semangat dan survive," kata Fadel.
Pernyataan tersebut menunjukkan bagaimana pria ini bisa bertahan melakukan marathon meski tetap harus melakukan transfusi darah rutin.
"Rasa sakitnya sudah terlalu jauh, sudah dianggap sebagai sahabat lama dan sudah berdamai dengan semua apapun rasa sakit itu," tegasnya.
Pria ini bahkan punya motto "enjoy every moment" untuk memaknai hidupnya. Lebih dari itu, Fadel melihat talasemia sebagai sebuah pengingat untuk menghargai kesehatan dan mengambil langkah proaktif dalam menjaga gaya hidup yang sehat.
Misi edukasi dan solidaritas talasemia Bagi Fadel, perjuangan melawan talassemia bukan hanya soal pengobatan medis, tetapi juga soal edukasi, solidaritas, dan menciptakan lingkungan yang mendukung bagi semua orang yang terlibat dalam perjalanan ini.
Melalui pandangannya ini, Fadel berusaha mengubah stigma menjadi empati, dan tantangan menjadi kesempatan untuk berkontribusi pada perubahan sosial. "Talasemia adalah penyakit genetik yang diturunkan dari orang tua bukan penyakit menular," kata Fadel.
"Talasemia menyebabkan gangguan pada produksi hemoglobin dalam darah, sehingga penyintasnya mengalami anemia kronis dan memerlukan perawatan transfusi darah seumur hidup dan konsumsi obat kelasi besi setiap harinya," imbuhnya.
Fadel menekankan pentingnya edukasi dan deteksi dini Talasemia. "Indonesia sudah darurat talasemia," katanya.
"Data Kemenkes menunjukkan talasemia merupakan salah satu penyakit dengan beban pembiayaan tertinggi di Indonesia," tambah Fadel.
Dia menuturkan, biaya perawatan satu pasien talasemia mayor bisa mencapai 400-600 juta Rupiah per tahun.
"Selain itu, menurut data juga di setiap tahun diperkirakan 2.500 bayi lahir dengan kondisi talasemia mayor," kata Fadel.
Fadel mempunyai goal utama yaitu program nasional promotif dan preventif untuk skrining darah talasemia bisa segera direalisasi di Indonesia serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tantang disabilitas bisa sesegera mungkin direvisi sebagai bentuk dan hak para penyintas Talassemia bisa mendapatkan ruang untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan tanpa adanya stigma negatif dan diskriminasi.
Melalui komunitas Thalassemia Movement, Fadel menggerakkan kampanye #StopThalassemia, yang memiliki tiga pilar utama: edukasi, aksi, dan solidaritas. Fadel sering menggunakan platformnya, baik di media sosial maupun di berbagai acara olahraga, untuk memperkenalkan gerakan ini.
Dalam setiap perlombaan yang diikuti, dia membawa pesan #StopThalassemia di kaosnya, melibatkan komunitas lari, dan mendorong mereka untuk ikut menyebarkan informasi.
"Setiap langkah kecil, baik itu langkah lari, edukasi adalah bagian dari perjalanan panjang menuju dunia yang lebih sehat dan bebas dari talasemia," kata Fadel. "Dengan bersama-sama, kita bisa menghentikan talasemia di Indonesia menuju zero born Thalassemia sesegera mungkin," pungkasnya.
Posting Komentar