Zhizhi Siregar
Ibuku cantik sekali di hari Ibu kali ini. Sehat, bugar, penuh tawa dan makannya banyak. Tidak lagi khawatir akan banyak hal, karena bukankah hidup ini hanya tersisa beberapa saat lagi, sayang sekali kalau dihabiskan untuk rasa khawatir akan masa depan yang belum tentu ada.
Ibuku minta dituliskan sesuatu hari ini. Kalau ditanya beberapa minggu yang lalu, ketika ia terbaring dalam lilitan alat bantu napas dan nyanyian mesin-mesin lainnya, apakah aku akan membayangkan dia bisa tiba di hari ini lagi, jelas akan kujawab, tidak. Mungkin iya di tulisan tahun lalu.
Tapi tahun ini rasa nyeri dari tulang punggungnya yang remuk dan harus dioperasi kembali, ginjal yang bermasalah, jantung, darah tinggi, diabetes, paru-paru, dengan pemenang di atas segalanya, Thallasemia, mulai satu per satu bergantian menduduki tahta di hidupnya.
Dia berperang, melawan kematian dan rasa sakit yang tiada henti, melawan kesepian yang menghantui, dan aku hanya bisa berada di sisinya, membantu semampuku yang sungguh tak berarti apa-apa.
Setiap harinya adalah kemenangan luar biasa, dan dia masih berkarya terlepas dari segala perjuangan itu.
Tidak akan ada wanita menginspirasi lagi dalam hidupku selain dia: berdampingan dengan Thallasemia seumur hidupnya, mendidik aku dan satu anak lainnya setelah keguguran berkali-kali, mencari nafkah tanpa gelar sarjana, jadi tulang punggung keluarganya dengan lima adik dan orangtua dari muda. Gagah berani menghadapi KDRT selama 32 tahun, wah pusing sih ngetiknya saja aku tidak sanggup melanjutkan.
Makanya sekarang biarkan dia duduk saja istirahat di sini. Makan yang enak. Jalan-jalan lucu. Nikmati sisa perjalanan.
Ibuku cantik sekali hari ini. Karena ia masih bernapas lancar, tertawa riang, makan dengan lahap. Selamat hari Ibu, engkau yang mengajarkanku bahwa menjadi Ibu butuh kekuatan yang datang dari kemampuan untuk terus mencintai dan tertawa, walaupun hidup selalu selalu dan SELALU memberi kita alasan untuk berhenti.
Selamat hari Ibu, pendekar perempuanku.
Posting Komentar