Kota Sampah Kairo: Keajaiban Gua Batu Untuk Kebaktian Kristen
Pipiet Senja
Anno, 2013
Mesir yang terkenal dengan sebutan bumi Kinanah dan Negeri 1000 Menara, sungguh banyak tempat wisata yang mengandung sejarah. Nyaris semua tempat yang dikunjungi para turis mancanegara memiliki sejarahnya masing-masing.
Sayang sekali pada kunjungan kali ini, berhubung ada kericuhan dan demo besar-besaran, aku tidak bisa leluasa menikmati tempat-tempat wisata Mesir.
Meskipun demikian masih bisa mengunjungi beberapa lokasi yang belum pernah kusambangi. Di sela-sela kelas menulis pada even akbar Semesta Menulis yang diselenggarakan anak-anak mahasiswa Mesir, akhirnya kami keliling kota juga.
Ketua panitia, Agus, pagi itu mengarahkan kami untuk citytour di sekitar Kairo.
“Kita menuju Kota Sampah, ya Bunda,” ajak Agus yang memandu dengan sangat informatif, bersama rombongan panitia dan pembicara.
Kendaraannya dipinjami oleh bosnya Indomie, Pak Gunawan, bukan dari KBRI.
“Mereka bisa dikatakan suatu kalangan yang tak tersentuh. Ada hampir sekitar 50.000 orang jumlah penduduk mereka, mungkin sekarang sudah lebih.”
“Mereka hampir seluruhnya memeluk keyakinan Kristen, dan mereka benar-benar hidup dalam kesedihan. Di Kairo, kaum Muslim tidak bekerja sebagai pengumpul sampah. Apapun alasannya, pekerjaan tersebut jatuh ke kaum Kristen.”
Begitu kendaraan memasuki gerbang Kota Sampah, bau busuk yang luar biasa segera menyengat hidung.
Lihatlah, kumpulan sampah dari seluruh kota. Sampah-sampah ditumpuk bersama dan disinari terik matahari dalam suhu yang amat terik.
“Di tempat Kristen pun mereka berkerudung, ya,” bisikku. Kami nyaris terdiam dalam hening yang mencekam, demi menyaksikan kemiskinan dan kekumuhan luar biasa yang dilintasi kendaraan.
Di lokasi inilah terdapat Gua Gereja, gereja Kristen Koptik tua dengan sejarah yang sangat menarik. Inilah Gereja Samaan El Kharaz, dikenal sebagai Gereja St Ibram Ibnu Zaraa El Soriany, Gunung Moqattam, Kairo, Mesir.
Gua Gereja ini terdiri dari 3 set gua. Yang terbesar dapat menampung 10.000 orang, yang di tengah berkapasitas sekitar 2.000 orang dan yang terkecil sekitar 200 orang.
“Di sinilah Cak Nun dengan rombongan yang disebutnya; Kyai Kangjeng itu, pernah mengadakan pagelaran teater dan konsernya,” jelas seorang anak panitia.
Guide yang menyambut kami, memandu dengan sangat baik dan memberi gambaran sejarah dalam bahasa Inggris: “Gunung Moqattam adalah legenda Kristen mula-mula, sebuah biara besar dibangun. Tradisi mengatakan bahwa orang suci yang kini terkenal dengan nama Simon Tanner yang hidup pada abad 10 secara ajaib memindahkan gunung.”
“Setelah tiga hari doa dan puasa oleh orang di seluruh tanah Mesir, Simon dipilih untuk memindahkan Gunung Moqattam. Gempa bumi yang dahsyat terjadi dan menyapu gunung. Seiring itu pula gunung itu membentuk sebuah gua besar.”
Lama aku tercenung dan menikmati nuansa gua batu dengan pemandangan yang sangat indah. Sungguh tidak ada bau busuk lagi di sekitar ini.
Ada pintu gerbang kokoh yang memisahkan kawasan gereja dengan kawasan penduduk Kota Sampah.
Beberapa anak kecil sedang bermain dan bernyanyi di sebuah tempat seperti gazebo. Seorang berkulit hitam Afrika, perempuan muda, memandu anak-anak itu bernyanyi.
“Sekarang kami sudah memiliki sekolah dan rumah sakit gratis,” jelas pemandu ganteng itu.
Saat ini gua besar tersebut dijadikan tempat ibadah orang Kristen setempat. Sejak kejadian gunung dapat berpindah, sosok Simon menghilang dan tidak pernah ditemukan. Yang pasti, di Mesir agama apapun bisa hidup berdampingan dengan damai.
“Ya, hanya politik yang mengacaukan bangsa ini,” entah siapa yang berkomentar di belakangku.
Maadi-Kairo, Juli 2013
Catatan; tidak bisa ambil foto di kawasan yang menumpuk sampah. Karena dadaku sesak dan bengekku sedang kumat. Harus memakai masker dan oksigen. Jadi, baiklah foto-fotonya yang indah saja, oke!
Hasil jepretan Maulani, mahasiswa Al Azhar, Kairo yang wajahnya ganteng habiiiissss. Terima kasih Maulani, Agus, Majid, Putri dan semua jajaran panitia Semesta Menulis. Bravo Masisir!
Posting Komentar